CEO dan Co Founder dari Kopi Kenangan, Edward Tirtanata membeberkan strateginya bangkit dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19. Kiat utama yang diterapkan perusahaannya adalah mencari ke mana para pelanggan berada selama diberlakukannya work from home (WFH) selama pandemi.
"Beberapa hal yang kita lakukan untuk memastikan bahwa kita bisa survive di masa pandemi COVID-19 itu nomor 1 adalah mencari ke mana customer kita karena dengan menghilangnya revenue, artinya customer kita tidak ke mal-mal atau ke office yang sebelumnya mereka pergi ke sana," ujar Edward dalam seminar daring yang diadakan Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (UI), Rabu (27/1/2021).
Salah satu cara yang diterapkan Edward dalam melacak pelanggannya adalah lewat aplikasi pemesanan Kopi Kenangan itu sendiri. Dari data pesanan yang terlacak di aplikasi tersebut terlihatlah daerah mana saja yang potensial untuk menarik lebih banyak pelanggan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Melalui aplikasi kita membuat sebuah hit map, kita jadi mencari tahu customer kita itu ke mana, dan setelah kita melihat data tersebut kita menyadari bahwa customer kita bukan hilang tapi customer kita mungkin dulu rumahnya di BSD lalu pergi ke kantor di SCBD sekarang jadi di BSD saja, begitu juga dengan daerah-daerah perumahan yang lain seperti Rawamangun, Depok dan sebagainya," katanya.
Dengan data tadi, Edward dan timnya nekat membuka lebih banyak toko hingga lebih dari 200 toko di daerah-daerah potensial tadi meski masih dalam kondisi rugi akibat pandemi.
"Dari data yang kita lihat tersebut makanya kita menyadari bahwa strategi kita itu bukannya tutup toko tapi kita mempunyai tanggung jawab kepada tim member dari Kopi Kenangan supaya bisnis itu bisa continue as usual. Dari situlah kita decide untuk menggunakan data tersebut untuk membuka toko menggunakan hit map kita," paparnya.
Strategi itu ternyata membuahkan hasil, pelanggan yang mengunduh aplikasinya naik hingga 200% dan cashflow pun meningkat.
"Alhasil dengan strategi yang kita lakukan kita berhasil untuk memberikan cashflow lebih kepada perusahaan karena tentunya toko-toko yang ada di mal dan office itu cashflow hampir tidak ada bahkan mungkin rugi," ungkapnya.