Bakal Digunakan di Stasiun, Seberapa Efektif GeNose Deteksi Virus?

Bakal Digunakan di Stasiun, Seberapa Efektif GeNose Deteksi Virus?

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 28 Jan 2021 15:35 WIB
Menko Luhut dan Menhub Budi Karya cek penggunaan GeNose di Stasiun Senen
Foto: Dok. Kementerian Perhubungan
Jakarta -

Kementerian Perhubungan telah memberikan lampu hijau untuk memanfaatkan GeNose dalam rangka mendeteksi virus COVID-19 di stasiun kereta api. Targetnya 5 Februari 2021 alat milik UGM itu sudah bisa dipergunakan di beberapa stasiun kereta api.

GeNose dipilih lantaran dianggap lebih murah, efektif dan efisien ketimbang jenis alat pendeteksi lainya. Pemerintah sendiri sebelumnya memberikan syarat masyarakat yang bepergian melakukan tes rapid antigen.

Lalu apakah benar GeNose lebih efektif dibandingkan rapid antigen untuk menjadi syarat masyarakat pergi menggunakan transportasi umum?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

UGM mengklaim hasil uji coba tes Corona di GeNose menunjukkan sensitivitas 92%. Dalam uji validasi yang dilakukan, ada sebanyak 615 sampel napas, dan 382 napas di antaranya disebutkan berpola positif COVID-19.

Sedangkan rapid antigen adalah penerapan uji COVID-19 dengan pengambilan sampel di pangkal hidung dan tenggorokan. Tes antigen bertujuan mencari protein yang terdapat di permukaan virus.

ADVERTISEMENT

Namun efektivitas GeNose berisiko menurun karena adanya persyaratan yang harus dilakukan oleh pengguna, yakni tidak boleh merokok atau makan yang berbau menyengat sebelum melakukan tes.

Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra menilai secara teknis penggunaan GeNose menjadi kurang efektif dengan prasyarat tersebut. Apa lagi penggunaannya ditempatkan di stasiun, terminal ataupun bandara.

"Untuk mencoba alat ini harus dalam kondisi fit, tidak makan berbau menyengat atau merokok. Oleh karena itu penggunaan ini kurang efektif di kala penempatannya di sentra-sentra mobilitas seperti terminal, stasiun ataupun bandara," ucapnya, Kamis (28/1/2021).

Sementara Pakar Kesehatan Masyarakat yang juga Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany juga memiliki pandangan yang sama. Sebagai syarat untuk melakukan perjalanan, pengguna GeNose bisa saja tidak jujur saat melakukan tes.

"Problemnya jumlah perokok di kita cukup tinggi, 67% laki-laki dewasa merokok. Kebanyak merokok di rumah. Nah yang perempuan tidak merokok, tapi jadi perokok pasif. Jadi seberapa besar itu berpengaruh ya kita lihat saja. Tapi berpotensi memang menurunkan efektifitasnya," tuturnya.

Dari sisi waktu, GeNose lebih unggul dibandingkan rapid tes. GeNose disebut hanya membutuhkan waktu sekitar 2-3 menit untuk melakukan deteksi virus. Sementara rapid antigen membutuhkan waktu 15 menit mulai dari proses awal pendaftaran, pemeriksaan hingga administrasi dan keluarnya hasil tes.

Dari sisi harga GeNose juga sepertinya masih lebih unggul. Meski belum resmi digunakan, biara untuk tes menggunakan GeNose per orang diperkirakan hanya sekitar Rp 20 ribu. Sedangkan rapid antigen tarifnya telah dipatok oleh Kemenkes maksimal Rp 250 ribu.

Namun menurut Hasbullah untuk menerapkan suatu dalam program deteksi virus harus dilakukan verifikasi, untuk membuktikan efektivitas dan efektivitas biaya. Nah untuk efektivitas biaya bukan hanya tergantung dari tarif yang ditentukan, tapi secara keseluruhan.

"Cost efektif artinya biaya yang dikeluarkan memang memiliki efek yang termurah. Itu bukan hanya masalah harga. Misalnya beli motor buatan China harganya Rp 10 juta, buatan Jepang Rp 30 juta. Tapi buatan China dalam 3 tahun rusak, buatan Jepang tahan 10 tahun. Nah yang lebih cost efektif yang Jepang," terangnya.

Meski begitu, menurut Hasbullah pembuktiannya harus dilakukan observasi dan evaluasi dari penerapan GeNose ke depannya.


Hide Ads