Jual Pulsa Kena Pajak, Masyarakat Bakal Ikut Terbebani?

Jual Pulsa Kena Pajak, Masyarakat Bakal Ikut Terbebani?

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 30 Jan 2021 21:00 WIB
BERLIN, GERMANY - SEPTEMBER 17:  German politician Christian Lindner of the FDP political party uses an Apple iPhone as he attends the Walther Rathenau Award ceremony on September 17, 2015 in Berlin, Germany. The award is in recognition of foreign policy achievements and Queen Ranias efforts on behalf of refugees and children.  (Photo by Sean Gallup/Getty Images)
Ilustrasi/Foto: GettyImages
Jakarta -

Beberapa kalangan menilai aturan mengenai penyerahan atau penjualan pulsa hingga token listrik kena pajak hanya akan menambah beban konsumen atau masyarakat. Pasalnya, konsumen menjadi orang terakhir dalam mata rantai.

Pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas pulsa ini dilakukan oleh penjual hingga ke konsumen. Mata rantai tersebut, produsen-distributor-pengecer-konsumen. Mekanisme pemajakan dilakukan dengan mata rantai teratas yakni mulai dari produsen hingga tingkat distributor.

Meski demikian, pengamat pajak dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menilai beban pajak yang dipungut oleh produsen kepada distributor tingkat kedua akan ditanggung oleh konsumen sebagai rantai terakhir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Ronny, kebijakan pulsa kena pajak, serta penjualan kartu perdana, token listrik, dan voucer sebetulnya sah-sah saja.

"Cuma masalahnya, itu dibebankan ke produsen, tapi produsen tidak mau rugi dong, masa menurunkan beban biayanya. Makanya dibebankan kembali ke konsumen, sehingga mau tidak mau harganya naik," ujarnya ketika dihubungi detikcom, Sabtu (30/1/2021).

ADVERTISEMENT

Ronny menilai, pemerintah juga harus mengatur lebih jauh lagi untuk memastikan kebijakan pulsa kena pajak ini tidak berpengaruh terhadap harga jual barang atau jasa tersebut. Salah satunya dengan mewajibkan bagi para penjual untuk menginformasikan bahwa harga jual barang tersebut sudah termasuk dengan pajak.

"Masalahnya produsen mau menanggung tidak, saya rasa tidak mau. pasti akan dibebankan ke konsumen, dan ujung-ujungnya harga akan naik," jelasnya.

Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad. Menurut dia pengenaan PPN terhadap barang atau jasa di sektor telekomunikasi bukan barang baru. Namun aturan yang berlaku pada 1 Februari 2021 ini harus disosialisasikan terlebih dahulu.

"Pada dasarnya PPN itu sudah diterapkan, bukan barang baru. Yang baru itu pemungutan hanya pada distributor tingkat kedua. Tapi itu memang pada akhirnya bebannya itu pasti dimanapun kalau ada pajak tidak ada namanya ke produsen atau ke distributor, ujung-ujungnya ada pembebanan dari price itu pastinya akan ke konsumen," kata Tauhid.

Pentingnya sosialisasi, dikatakan Tauhid juga untuk menghindari persepsi aji mumpung yang dilakukan pemerintah dalam menjalankan kebijakan pulsa kena pajak ini. Karena sektor informasi dan komunikasi (infokom) tumbuh drastis di tengah pandemi COVID-19.

"Kami khawatir pada akhirnya memang kalau secara hukum tidak dobel pungut, atau pajak ganda. Tetapi pada praktiknya ini pembebanan konsumen pasti akan terjadi," ungkapnya.

(hek/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads