Dana PEN Ngalir Hampir Rp 700 T, Tak Manjur Sembuhkan Ekonomi?

Dana PEN Ngalir Hampir Rp 700 T, Tak Manjur Sembuhkan Ekonomi?

Trio Hamdani - detikFinance
Senin, 08 Feb 2021 07:30 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Dana jumbo digelontorkan untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN) di 2020. Namun anggaran Rp 695,2 triliun atau nyaris Rp 700 triliun itu belum mampu membuat ekonomi Indonesia tumbuh positif. Posisinya masih negatif 2,07% sepanjang tahun lalu.

Kepala Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rizal Taufikurahman, pun mempertanyakan anggaran jumbo tersebut tidak mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.

"Memang proses perbaikan ekonomi sedang terjadi, permasalahannya adalah pertumbuhannya kok dirasa masih belum optimal? padahal alokasi fiskalnya cukup besar, hampir Rp 700 triliun, tapi kok belum nendang ya? ini permasalahannya," kata dia dalam konferensi pers virtual, kemarin Minggu (7/2/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya ada masalah pada efektivitas intermediasi, yaitu kegiatan pengalihan dana dari penabung kepada peminjam

"Kemudian untuk mengkapitalisasi modal tadi untuk mendorong supply driven itu tidak mulus, ada bottle neck-nya dan ini tentu harus disinergikan dengan kebijakan fiskal, dan nyatanya di supply driven juga tidak berjalan dengan prima," paparnya.

ADVERTISEMENT

Pertanyaan juga muncul dari kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia yang sudah diturunkan ke 3,75%, menurutnya itu cukup signifikan. Jika kondisi normal, hal itu mestinya pembentukan modal akan terjadi dengan cepat.

Tak cuma itu, suku bunga kredit konsumsi juga sudah diturunkan, tapi tak berpengaruh dalam mendorong permintaan atau demand. Alhasil, pertumbuhan ekonomi masih saja melempem. "Dan ini tentu ada permasalahan di daya beli," tambahnya.

Bagaimana pertumbuhan ekonomi kuartal I-2021? baca ramalannya di halaman selanjutnya.

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di bawah 0% alias minus di kuartal I-2021.

Rizal Taufikurahman memaparkan, pertumbuhan ekonomi di kuartal I diperkirakan masih di bawah 0% karena pandemi virus Corona (COVID-19) makin tak terkendali.

"Di kuartal pertama tahun 2021 rasanya besarannya masih di bawah 0%, agak berat, apalagi pandeminya semakin -dalam tanda kutip- mengamuk ya, semakin mengamuk dan masih sulit dikendalikan. Tentu ini akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun 2021," kata dia.

Bahkan, Bank Indonesia (BI) yang di kuartal pertama 2021 ini masih mempertahankan suku bunganya di kisaran 3,75%, dirasa tidak memberi dampak positif berarti bagi pertumbuhan ekonomi lantaran COVID-19 semakin berkecamuk dan sulit dikendalikan.

"Ini tentu akan memberikan dampak yang justru menurunkan lagi efektivitas dari suku bunga ini," ujarnya.

Menurutnya, pemerintah akan cukup kesulitan mencapai target pertumbuhan ekonomi di angka 5,5% sepanjang 2021, dan tercapai atau tidaknya itu akan sangat ditentukan oleh kinerja ekonomi di kuartal I ini.

"Jadi, triwulan pertama di 2021 ini menjadi titik poin bagaimana ekonomi di tahun 2021 ini akan tercapai atau tidaknya target pertumbuhan ekonomi," tambah Rizal.


Hide Ads