Sayangnya, fasilitas yang dimiliki Ditjen PSDKP saat ini belum memadai untuk mengoptimalkan pengawasan di lautan Indonesia.
"Kalau yang sekarang itu ORC dia datang itu diledek. Nah sekarang ini kalau bisa menangkap, yang ditangkap kebanyakan kapal kayu atau kapal kecil. Belum pernah kita melihat tangkap kapal besar. Nggak tahu kalau dulu Satgas 115 yang ada AL di dalamnya, Bakamla dan sebagainya mungkin itu pernah," imbuh Trenggono.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sepanjang 2020, KKP mencatat nilai produksi perikanan Indonesia ialah Rp 380 triliun. Namun, menurut Trenggono potensinya bisa lebih dari itu melihat banyaknya kapal-kapal asing yang menangkap ikan di kawasan Indonesia.
"Tapi ini saya kira peningkatan daripada PSDKP yang mengawasi laut begitu luas, misalnya Selat Malaka, sering dari Malaysia turun ke kita, kemudian Natuna. Waduh saya pikir kalau Rp 380 triliun yang berhasil kita rekam, saya kok punya kemungkinan lebih dari itu yang sebenarnya diambil orang ke sana," tuturnya.
Oleh sebab itu, ia sedang berupaya meningkatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sub-sektor perikanan tangkap. Dari sebelumnya di bawah Rp 600 miliar, dia ingin menjadi Rp 12 triliun. Dengan cara itu, maka setidaknya KKP punya modal tambahan untuk mengoptimalkan pengawasan laut dan juga sub-sektor perikanan dan kelautan lainnya.
"Nah inilah misi kita, supaya PNBP bisa terealisasi, dan nelayan bisa sejahtera. Program ini saya yakin kalau ini dicanangkan baru bisa terealisasi mudah-mudahan di 2022," tandas dia.
(vdl/hns)