Polemik Pasar Muamalah, Apa Kabar Aturan Valas Pajak?

Polemik Pasar Muamalah, Apa Kabar Aturan Valas Pajak?

Danang Sugianto - detikFinance
Selasa, 16 Feb 2021 23:29 WIB
Lokasi Pasar Muamalah/Trio Hamdani - detikcom
Foto: Lokasi Pasar Muamalah/Trio Hamdani - detikcom

Sementara itu, izin melakukan pembukuan dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat hanya diberikan kepada Wajib Pajak tertentu yang memenuhi kriteria dalam PMK No. 196/PMK.03/2007 sebagaimana terakhir kali diubah dengan PMK No.123/PMK.03/2019. Wajib Pajak yang dimungkinkan menggunakan valas adalah yang terkait dengan penanaman modal asing.

Kontrak Karya pertambangan mineral dan batubara, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) minyak dan gas bumi, Bentuk Usaha Tetap, emiten yang sahamnya diperdagangkan di bursa luar negeri, Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana valas, entitas afiliasi perusahaan asing (subsidiary company), serta Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam satuan mata uang Dolar Amerika Serikat sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.

Kebijakan mengenai pembukuan dan pelaporan SPT dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat tentu saja sudah sangat tepat dan sejalan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 10. PSAK tersebut mengharuskan suatu entitas untuk melakukan pembukuan dengan menggunakan mata uang fungsional. Artinya, apabila suatu entitas memiliki mata uang fungsional dalam Dolar Amerika Serikat maka pembukuan harus dilakukan dalam mata uang yang sama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Meskipun demikian, yang menjadi pertanyaan adalah kebijakan mengenai pembayaran pajak yang tidak diharuskan menggunakan mata uang rupiah. Padahal, bukankah pembayaran pajak tersebut dilakukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia? Selain itu, meskipun pembukuan dilakukan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, bukankah pembayaran pajak dapat dengan mudah dilakukan dengan mata uang Rupiah sesuai nilai kurs yang ditetapkan oleh pemerintah?" ucapnya.

Menurut Karsino seharusnya tidak cukup alasan bagi negara untuk menerima pembayaran pajak dalam mata uang selain Rupiah dari pihak-pihak tertentu. Dengan kata lain, kebijakan tersebut perlu ditinjau ulang demi menjaga marwah mata uang Rupiah sebagai salah satu simbol kedaulatan negara Indonesia yang harus dihormati dan dibanggakan sebagaimana diamanahkan oleh UU Mata Uang.


(das/hns)

Hide Ads