Di media sosial dalam beberapa hari terakhir sedang viral tagar #SellerAsingBunuhUMKM. Penetrasi produk impor yang membanjiri marketplace nasional dinilai telah menggerus pasar UMKM lokal. Di antaranya yang viral adalah nama Mr Hu dari China yang menjajakan barang-barang murah di marketplace.
Anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan dan perindustrian, Mufti Anam, mengatakan, kegelisahan soal serbuan produk impor di marketplace nasional sudah lama dikemukakan.
"Saya juga berkali-kali mendesak ke pemerintah untuk tegas dan membikin langkah terintegrasi, karena ini dampaknnya mengerikan, produk impor langsung door to door ke rumah konsumen Indonesia. UMKM kita gigit jari dengan produk crossborder itu," ujar Mufti saat dihubungi, Senin (22/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mufti menyebut, pemerintah seharusnya tegas dan menyusun skema terintegrasi, setidaknya dalam tiga hal. Pertama, penerapan aturan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) secara komprehensif. PMSE harus benar-benar mampu menjangkau penetrasi produk impor yang berskala ritel, namun dengan volume sangat banyak.
"PMSE hanya menjangkau pemain digital besar dari luar negeri. Padahal, PMSE adalah alat intervensi untuk membantu UMKM kita, karena kalau disandingkan dengan produsenn besar dari China, ya jelas UMKM kita kalah. Pemerintah harus mendesak marketplace untuk patuh pada ketentuan PMSE," ujarnya.
Langkah kedua, peningkatan daya saing UMKM dalam menghadapi persaingan di situs toko online atau marketplace. Dia mencontohkan, kreasi jam tangan, busana, dan beragam aksesoris yang sebenarnya pasar UMKM lokal, harus terampas oleh produk asinng.
"Salah satu yang membuat daya saing kalah adalah soal logistik. Bayangkan, barang dari China yang kita beli di marketplace itu seringkali memberi ongkos kirim gratis. Kalau pun tidak gratis, biayanya sangat-sangat murah, lebih mahal daripada ongkos kirim UMKM kita," jelas Mufti.
Langkah-langkah peningkatan daya saing UMKM, lanjut Mufti, harus dilakukan terintegrasi, mulai dari penerapan teknologi, manajemen bisnis modern, digitalisasi, hingga efisiensi sistem logistik.
"Kita tidak ingin tas, jam tangan, kreasi aksesoris yang hitungan harga Rp 100 ribuan yang merupakan pasar UMKM kita semakinn dikikis produk impor. Boleh ngomong muluk-muluk soal industri 4.0, tapi daya saing UMKM seperti ini jangan dilupakan," ujarnya.
Langkah ketiga, sambung Mufti, membangun keberpihakan kepada UMKM lokal. Misalnya, para pelaku marketplace harus memberi porsi lebih ke UMKM. Terapkan pembatasan maksimal terhadap produk crossborder, misalnya bisa di angka 20 persen.
"Percuma kita galang gerakan cinta produk lokal, tapi pasar dan aksesnya tidak tersedia dengan mudah, karena begitu kita buka handphone, mayoritas yang keluar produk impor," ujarnya.
(hal/dna)