Mulai pukul 7 pagi, beberapa ibu-ibu sudah berkumpul di sebuah ruangan berukuran 5x5 meter. Di sudut ruangan itu terdapat sebuah kompor dan wajan besar, lengkap dengan drum minyak goreng.
Rutinitas tersebut dilakukan ibu-ibu pembuat kerupuk makaroni dan kerupuk seblak di Desa Cukanggenteng, Kecamatan Pasirjambu, Bandung, Jawa Barat. Setiap orang di ruangan punya tugas masing-masing. Ada yang meracik bumbu, menggoreng, dan mengemas kerupuk menjadi bentuk rencengan.
Pemilik usaha kerupuk makaroni 'Cipta Rasa', Anita Kartika menerangkan ada sekitar 10 ibu-ibu yang bekerja di tempatnya. Mereka merupakan tetangga dekat dan beberapa masih ada relasi keluarga dengan Anita dan suami.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anita dan para pekerjanya mengolah makaroni menjadi kerupuk renyah. Bahan baku makaroni didapatkan dari pedagang langganan di pasar. Selanjutnya makaroni tersebut digoreng di wajan besar, lalu dibumbui dengan rasa original (garam dan lada) atau balado (ditambah bubuk cabe).
Dalam sehari, tak kurang dari 50 gantung kerupuk diproduksi di pabrik rumahan ini. Setiap gantungan terdiri dari 20 yang setiap rencengnya terdiri dari 10 bungkus kerupuk makaroni atau kerupuk seblak. Satu bungkus kerupuk dihargai Rp 500.
"Biasanya kerja dari jam 7 pagi sampai 2 siang," ungkap Anita saat berbincang kepada detikcom.
Produk kerupuk tersebut dipasarkan ke beberapa pasar di daerah Bandung, antara lain Kiaracondong, Ciwidey, hingga Ujung Berung.
![]() |
"Paling banyak itu pesanan ke Ujung Berung. Biasa kirim 150 gantung per minggu. Kalau di sana itu dikirim ke toko-toko," jelas Anita.
Ibu dua orang anak ini mengatakan dalam kondisi normal sebelum pandemi, usaha kerupuk ini bisa mendatangkan omzet Rp 35-40 juta. Tapi, saat pandemi pendapatan menurun, menjadi Rp 25 jutaan per bulan.
Anita mengatakan usaha kerupuk ini dibuat untuk memberdayakan para wanita di Desa Cukanggenteng. Anita dan suami, Dede Koswara melihat banyak orang yang menganggur sehingga mereka tergerak untuk membuka bisnis yang dapat memberdayakan masyarakat sekitar.
Anita biasa mengupah ibu-ibu pekerja seminggu sekali setiap hari Rabu. Bayaran yang diberikan berbeda-beda setiap orang berkisar Rp 100-300 ribu, tergantung tugas dan waktu kerja.
![]() |
"Biasa produksi setiap hari (Senin-Minggu), tapi kalau stok banyak diliburin saja," sambung Anita.
Tidak hanya mengirim produk kerupuk ke pasar-pasar, Anita mulai menerima pesanan online melalui WhatsApp. Biasanya untuk pemesanan kiloan.
Sementara itu, suami Anita, Dede Koswara yang merupakan Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Regge juga merangkul ibu-ibu untuk bekerja menjadi pengupas bawang. Mereka bekerja di pagi hari sekitar pukul 7.
Sebagai informasi, Gapoktan Regge mendapatkan kepercayaan dari BRI untuk menjalankan program inkubator. BRI memfasilitasi green house untuk budidaya paprika Gapoktan Regge.
detikcom bersama BRI mengadakan program Jelajah UMKM ke beberapa wilayah di Indonesia yang mengulas berbagai aspek kehidupan warga dan membaca potensi di daerah. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus beritanya di detik.com/tag/jelajahumkmbri.
(prf/hns)