Indonesia Fintech Society (IFSoc) menilai digitalisasi bantuan sosial (bansos) di Indonesia perlu diimplementasikan. Selain meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas, digitalisasi bansos bisa memberantas calo
Untuk mewujudkan hal tersebut, IFSoc memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar proses digitalisasi bansos dapat segera diimplementasikan, yaitu perbaikan atau revisi regulasi, perbaikan tata kelola penyaluran dengan menambah saluran, dan tantangan pengelolaan data.
Rekomendasi ini, kata Ketua IFSoc, Mirza Adityaswara sangat efektif karena dapat disalurkan kepada para penerima manfaat tanpa harus menimbulkan kerumunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kondisi dunia saat ini sedang terpacu untuk menerapkan teknologi digital di berbagai bidang. Di Indonesia sendiri platform digital untuk bansos sudah siap, tergantung kemauan dan payung hukum yang sayangnya saat ini masih mempersempit ruang digital yang bisa dijalankan," kata Mirza dalam acara diskusi IFSoc secara virtual, Selasa (9/3/2021).
Penambahan saluran, kata Steering Committee IFSoc, Hendri Saparini tidak akan menggantikan perbankan yang sampai saat ini masih memegang peran besar dalam penyaluran bansos pemerintah. Hanya saja, dengan penambahan fintech sebagai penyalur akan melengkapi proses penyaluran menjadi lebih efektif dan tepat sasaran.
"Digitalisasi bansos dapat menghilangkan middlemen issue, inefisiensi, dan berbagai distorsi yang selama ini terjadi, melalui pemanfaatan teknologi. Pemerintah perlu memiliki sebuah platform tersentral dan terintegrasi yang dibangun secara gotong-royong oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan fintech," kata Hendri.
Menurut dia, program bansos dengan menggunakan kartu saat ini terdapat batasan karena harus dilengkapi dengan mesin electronic data capture (EDC). Dengan begitu, ongkos program ini menjadi lebih mahal.
Oleh karenanya, penambahan fintech sebagai penyalur bansos perlu dilakukan pemerintah. Mengingat infrastruktur sudah ada dan masyarakat sudah memiliki modal berupa handphone.
"Dengan menggunakan telepon seluler menjadi salah satu alternatif, misal menggunakan sms; lebih jauh data transaksi para penerima bansos pun dapat digunakan sebagai credit scoring dalam pengajuan kredit produktif. Dengan begitu maka digitalisasi bansos akan menjamin aspek governance, meningkatkan transparansi, efisiensi waktu, serta biaya," tambahnya.
Dalam menambah saluran penyalur, IFSoc berpandangan pemerintah tidak perlu membangun sistem baru untuk digitalisasi bansos, namun dapat bersinergi dengan mengoptimalkan infrastruktur setiap Kementerian dan Lembaga (K/L) sehingga lebih efisien dan menghapus gap yang ada saat ini.
Sebagai contoh, pemerintah dapat mereplikasi platform kartu Prakerja yang telah berhasil menghilangkan middlemen issue atau perantara, inefisiensi, dan distorsi lainnya. Program Prakerja juga telah membawa dampak positif seperti mendorong masyarakat untuk memiliki rekening bank ataupun dompet digital, kecepatan dan ketepatan distribusi insentif di hari yang sama, dan dapat menghindari kerumunan saat distribusi bantuan.
Namun demikian, IFSoc menyarankan pemerintah untuk membangun pusat informasi data bansos sebagai upaya membenahi data bansos dan memperbaiki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Pembaruan DTKS dapat menggandeng BPS, Pemerintah Daerah (Pemda), dan Universitas untuk mengumpulkan data di masa mendatang. Pembaruan DTKS dapat juga diberikan opsi untuk pendaftaran mandiri (self-registration) yang kemudian diverifikasi oleh Pemda.
IFSoc juga mendukung upaya Kementerian Sosial yang saat ini sedang mengembangkan Sistem Aplikasi Data Perbelanjaan (SADAP) berbasis barcode, untuk melihat data realisasi program sembako secara real time, akuntabel, transparan, dan konsisten. IFSoc mengusulkan agar pemerintah juga dapat mengeksplorasi pemanfaatan skema dan teknologi e-voucher dan e-kupon yang saat ini sudah digunakan di fintech.
Simak juga video 'Komisaris PT RPI Kembali Diperiksa KPK Terkait Kasus Bansos Corona':