Harga cabai rawit merah mengalami kenaikan yang luar biasa beberapa pekan belakangan. Tak hanya di Ibu Kota, wilayah lain di Indonesia juga mengalami hal yang sama. Kenaikan itu diduga akibat cuaca ekstrem yang mengakibatkan kurangnya pasokan cabai dari petani ke pedagang.
Hal itu juga yang dikatakan oleh sejumlah pedagang di pasar tradisional, Jakarta Sekatan. Salah satu pedagang bumbu, Hadi menduga stok yang minim di Pasar Induk Kramat Jati karena produksi dan panen dari petani yang berkurang.
"Harga naik karena stok di Kramat Jati juga berkurang, itu karena produksi dan panen dari petani yang juga berkurang akibat cuaca dan lahan mereka gunakan bukan hanya menanam cabai saja," ujar Hadi, kepada tim detikcom, Rabu (10/3/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto mengatakan berdasarkan data series produksi 5 tahun terakhir, produksi cabai rawit pada bulan Desember-Februari berstatus waspada, karena produksinya yang cenderung menurun dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Dia mengungkap, hal itu menyebabkan produksi terganggu, seperti bunga rontok yang menyebabkan gagal berbuah.
"Tak hanya itu, musim hujan juga meningkatkan serangan OPT seperti virus kuning, antraknosa, lalat buah, dan lain sebagainya," ujar Anton dalam keterangan tertulis, Senin (8/3/2021).
Anton juga mengungkap cuaca ekstrem juga menyebabkan banjir di beberapa wilayah sentra produksi cabai, dampaknya pertanaman rusak bahkan puso. Dari data Direktorat Perlindungan Hortikultura, total luas pertanaman cabai nasional yang banjir dan puso pada bulan Oktober-Desember 2020 seluas 431 hektare yang tersebar di Jawa Barat, DIY, dan Jawa Timur. Sedangkan pada Januari-Februari 2021 seluas 404,7 hektare di Kalsel, Sumut, Sumbar, Sulteng, Kalbar, Jambi, Jatim, dan NTT.
Apa kata asosiasi soal harga cabai yang meroket ini? klik halaman berikutnya.
Simak video 'Cuaca Ekstrim, Petani Cabai di Tasikmalaya Gagal Panen':