Kemenkop & Pemegang Hak Impor Audiensi Bahas Cross Border Ilegal

Kemenkop & Pemegang Hak Impor Audiensi Bahas Cross Border Ilegal

Nurcholis Maarif - detikFinance
Selasa, 16 Mar 2021 10:54 WIB
BRISTOL, UNITED KINGDOM - AUGUST 11:  In this photo illustration a woman uses a credit card to buy something online on August 11, 2014 in Bristol, United Kingdom. This week marks the 20th anniversary of the first online sale. Since that sale - a copy of an album by the artist Sting - online retailing has grown to such an extent that it is now claimed that 95 percent of the UK population has shopped online and close to one in four deciding to shop online each week.  (Photo Illustration by Matt Cardy/Getty Images)
Ilustrasi belanja online/Foto: GettyImages
Jakarta -

Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) memastikan adanya perlindungan bagi para pelaku koperasi dan UMKM yang go digital dari bahaya praktik 'cross-border ilegal' di platform e-commerce. Oleh karena itu, pemerintah melakukan audiensi dengan perwakilan pengusaha pemegang hak impor pada Senin (15/3) kemarin.

Kemenkop UKM diwakili oleh Deputi Bidang Usaha Kecil & Menengah Hanung Harimba Rachman, Staf Khusus Menkop UKM Fiki Satari, dan Direktur Bisnis dan Pemasaran SMESCO Wientor Rahmada. Sementara perwakilan pengusaha pemegang hak impor produk kecantikan internasional yaitu Sociolla, Nature Republic, dan PeriPera. Mereka datang untuk melakukan audiensi terkait dugaan praktik cross border ilegal yang terjadi dalam platform e-commerce di Indonesia.

Dalam audiensi tersebut, para pelaku usaha menyampaikan keluhan dan paparan data perihal potensi terjadinya praktik cross border ilegal pada platform e-commerce yang berdampak buruk tidak hanya untuk pengusaha pemegang hak impor resmi, tetapi juga pelaku UMKM lokal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Produk asing ilegal yang berharga sangat murah dan belum tentu asli bisa mengancam produk lokal. Potensi kerugian negara juga sangat besar akibat praktik cross border ilegal karena tidak ada pajak yang dibayarkan.

Produk ilegal yang banyak dikeluhkan adalah barang-barang lartas (kimia, kosmetik, obat, dan lain-lain). Produk tersebut diimpor dan beredar tanpa izin melalui e-commerce.

ADVERTISEMENT

Praktik ini menyebabkan banyaknya produk palsu dan ilegal di luar akun merchant resmi dengan harga yang jauh lebih murah beredar melalui e-commerce karena tidak mengurus izin BPOM dan diduga tidak membayar pajak sesuai peraturan.

Salah satu peserta audiensi, Franseda yang merupakan pemilik hak impor eksklusif Nature Republik menyatakan sangat berterima kasih atas kesempatan audiensi yang diberikan.

"Kami merasa perlu menyampaikan temuan, kerugian, dan ketidakadilan, serta kemungkinan efek negatif yang dapat timbul di kemudian hari bagi perekonomian di Indonesia khususnya bagi pelaku UMKM," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (16/3/2021).

Para pelaku usaha menyebutkan sangat mengapresiasi langkah Kemenkop UKM menggelar diskusi ini untuk dapat memetakan langsung permasalahan riil di lapangan, namun juga berharap agar tindak lanjut dan upaya perlindungan terhadap pelaku usaha dapat segera digulirkan.

Franseda menambahkan selama ini proses legal terus mereka lakukan, baik dari laporan, aduan, dan lainnya, tapi praktik ilegal terus terjadi. Menurutnya, harus ada perlindungan menyeluruh bagi pelaku usaha di e-commerce, investigasi kemungkinan terjadinya pelanggaran oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab, dan penyempurnaan regulasi.

Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Usaha Kecil & Menengah Hanung Harimba Rachman menegaskan perlindungan pemerintah terhadap UMKM terkait produk yang masuk dari negara lain telah dilakukan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK/010/2019 yang menurunkan ambang batas bea masuk barang kiriman dari USD 75 menjadi USD 3.

Barang impor di atas USD 3 dikenai tarif pajak sebesar 17,5% yang terdiri dari bea masuk 7,5%, PPN 10%, dan PPh 0%. Di sisi lain, PP 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik juga telah mengatur berkenaan aktivitas perdagangan melalui platform digital seperti e-commerce.

Sebagaimana diketahui bahwa saat ini terjadi peningkatan perdagangan produk-produk asing yang diperjualbelikan melalui aplikasi e-commerce lintas negara (cross-border e-commerce). Meskipun masih tumbuh sangat kecil, akan tetapi pemerintah mengkhawatirkan gempuran produk-produk asing ilegal yang trennya terus mengalami peningkatan akan merugikan perekonomian Indonesia.

Di sisi lain, pemegang hak impor mengeluhkan praktik cross border ilegal yang terjadi di e-commerce menyebabkan perusahaan mereka sebagai pemegang lisensi resmi untuk mengimpor produk-produk tersebut dirugikan.

Jika praktik cross border tidak diregulasi dengan baik, maka akan merugikan banyak pihak. Pengusaha akan mengalami kerugian karena produk mereka akan kalah bersaing dengan produk cross border ilegal yang harganya jauh lebih murah.

Konsumen juga akan dirugikan karena keaslian dari produk cross border ilegal tidak dapat dipertanggungjawabkan dan bisa berakibat fatal terhadap kesehatan serta keselamatan konsumen. Selain itu negara juga akan dirugikan karena adanya potensi kehilangan pendapatan negara akibat tidak adanya penerimaan pajak dari produk cross border ilegal tersebut.

John Rasjid dari Sociolla yang juga turut hadir menyampaikan permohonan untuk pemerintah dapat melakukan pengkajian peraturan yang memberi celah praktik tidak sehat dari cross border e-commerce dan membentuk task force untuk memantau kegiatan marketplace atau e-commerce dengan seksama demi menghindari terjadinya praktik yang merugikan konsumen.

Untuk hal tersebut, Hanung mengatakan Kemenkop UKM akan berkoordinasi dan bekerja sama lintas kementerian/lembaga karena pengelolaannya di luar Kemenkop UKM.

Menurut Hanung, komitmen keberpihakan yang kuat dan perlindungan terhadap UMKM tercermin dari berbagai kebijakan yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Lewat UU tersebut, UMKM diberikan kemudahan dari perizinan, akses pasar, rantai pasok, hingga akses pembiayaan.

Selain itu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM juga telah resmi diundangkan.

"PP ini menjadi krusial sebagai upaya pemerintah melindungi UMKM dari praktik predatory pricing. Kemenkop UKM akan memastikan perlindungan terhadap produk Koperasi & UMKM menjadi prioritas utama," pungkas Hanung.




(akn/hns)

Hide Ads