Sri Mulyani Ungkap Ancaman Baru Ekonomi, Mungkinkah Terjadi di RI?

Sri Mulyani Ungkap Ancaman Baru Ekonomi, Mungkinkah Terjadi di RI?

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 16 Mar 2021 14:08 WIB
Bank Dunia memprediksi laju pertumbuhan ekonomi RI tumbuh 4,4% di tahun 2021. Hal itu didasarkan pada peluncuran vaksin yang efektif pada kuartal pertama 2021.
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini mengungkap ancaman baru ekonomi dunia. Risiko itu mulai dari asset bubble (gelembung aset), stabilitas nilai tukar, harga komoditas, krisis utang, hingga risiko geopolitik akibat kebijakan yang diambil untuk hadapi pandemi COVID-19.

Lalu, seberapa besar kemungkinan hal itu terjadi di Indonesia?

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengaku sepakat dengan Sri Mulyani bahwa ada ancaman itu untuk ekonomi ke depan. Yang paling terasa dampaknya adalah risiko stabilitas nilai tukar yang saat ini dinilai sudah agak sulit dikendalikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"BI (Bank Indonesia) sendiri sekarang agak kekurangan daya karena modality dia kan digunakan untuk ikut membantu pemerintah burden sharing. Sekarang nilai tukar ini gampang sekali, apalagi Amerika sekarang semakin muat ekonominya, nah ini risikonya nilai tukar kita juga agak relatif kurang stabil," kata Tauhid, Selasa (15/3/2021).

Ancaman selanjutnya yakni risiko geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang akan berdampak terhadap ekspor Indonesia. Belum lagi masalah krisis utang, meskipun Indonesia masih bisa menanganinya, defisit anggaran disebut masih akan terjadi dalam beberapa tahun mendatang.

ADVERTISEMENT

"Geopolitik itu sangat berpengaruh, kita kena imbasnya seperti permintaan ekspor dari negara-negara yang berkonflik itu berimplikasi potensi ekspor kita tidak akan meningkat cukup tajam. Kalau utang mungkin masih bisa di-handle tapi risikonya kita akan tetap berada pada defisit anggaran sekitar 2,5-3% setelah 2023," ucapnya.

Tauhid memprediksi ancaman ekonomi itu akan terjadi pada 3-5 tahun mendatang atau setelah pandemi COVID-19 menurun.

"Saya kira setelah pandemi menunjukkan titik menurun, tapi ancaman sebagai dampak panjang pandemi betul akan terjadi 3-5 tahun lagi dengan situasi global seperti ini," ucapnya.

Apa kata pengamat lain soal ancaman ekonomi ini? klik halaman berikutnya.

Lihat juga Video: Saling Gugat Bambang Tri Vs Sri Mulyani

[Gambas:Video 20detik]



Hal yang sama juga dikatakan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah. Dia menambahkan bahwa asset bubble bisa terjadi karena banjirnya likuiditas.

"Sebagai respons terhadap pandemi saat ini bisa memunculkan asset bubble dan ketika dilakukan tapering oleh bank sentral, aliran modal berbalik arah, bubble bisa pecah, nilai tukar tertekan, yang pada ujungnya bisa membahayakan stabilitas perekonomian," tambahnya.

Sebelumnya Sri Mulyani mengatakan ancam itu mengintai karena banyak negara yang menerapkan kebijakan countercyclical untuk menangani pandemi COVID-19.

"Dalam buku global risk report 2021, diterbitkan WEF kita melihat dan membaca beberapa risiko (ekonomi) yang dihadapi dunia dalam jangka pendek, menengah dan panjang kurun waktu 3-5 tahun ke depan," kata Sri Mulyani usai melantik pejabat eselon I Kementerian Keuangan, Jumat (12/3/2021).


Hide Ads