Jakarta -
Penjualan meterai palsu masih marak beredar di media sosial. Hal itu diungkap oleh Polda Metro Jaya yang melibatkan tujuh orang menjadi tersangka.
Untuk menghindari pembelian meterai palsu, masyarakat perlu mengetahui perbedaannya dengan yang asli. Direktur Operasi Perum Peruri, Saiful Bahri mengatakan untuk mengetahuinya dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yakni dilihat, diraba, dan digoyang.
Secara sepintas meterai palsu dengan yang asli diakui memiliki kesamaan dari segi warna. Tetapi jika dilihat secara detail, meterai asli memiliki tiga jenis lubang pada lembaran yakni berbentuk bulat, oval, dan bintang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini tidak mungkin bisa dipalsukan karena teknologi untuk perforasi tidak sesederhana itu. Jadi mesin kami yang untuk melakukan perforasi cukup spesifik, tidak ada yang punya di Indonesia," katanya dalam konferensi pers virtual tentang pengungkapan pemalsuan meterai tempel, Rabu (17/3/2021).
Kedua, dari sisi teknologi cetak yang digunakan pada meterai umumnya sama dengan uang, sehingga apa yang terlihat dari cetakan meterai asli pada nominal baik Rp 6.000 maupun Rp 10.000, jika diraba akan terasa kasar.
"Karena menggunakan teknik khusus. Tapi kalau menggunakan print biasa, cetak biasa, itu akan terlihat sama saja. Kemudian yang ketiga adalah warna," jelas dia.
Meskipun secara kasat mata meterai palsu dengan asli tidak berbeda jauh, namun tersangka penipuan dinilai tak akan bisa meniru seluruh ornamen yang dibuat oleh Peruri mulai dari bentuk logo, hingga hologram yang dipakai.
"Saya kira tidak semuanya bisa menyertakan logo-logo yang kami cantumkan di dalam materi yang asli yaitu logo DJP, Garuda Pancasila, dan simbol Kementerian Keuangan," ucapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Pajak Kementerian Keuangan, Neilmaldrin Noor menambahkan bahwa cara membedakan meterai palsu dengan yang asli bisa dari harga dan tempat pembeliannya. Dia meminta masyarakat memastikan jika meterai yang dibeli asli, karena penghasilannya untuk pendapatan negara.
"Apabila masyarakat menemukan penjualan meterai di bawah harga yang tertera, ini hampir bisa dipastikan bahwa meterai tersebut palsu. Meterai yang asli dapat dibeli di kantor pos di seluruh Indonesia," kata Neilmaldrin dalam kesempatan yang sama.
Berapa kerugian negara karena kasus penjualan meterai palsu? Klik halaman selanjutnya.
Simak juga 'Awas! Beredar Materai Palsu, Begini Membedakannya':
[Gambas:Video 20detik]
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengatakan meterai yang dipalsukan yakni Rp 6.000 dan meterai yang baru yakni Rp 10.000. Jika ditotal, kerugian negara akibat kasus ini sebesar Rp 37 miliar, terhitung dari 3,5 tahun yang lalu mereka melakukan aksinya.
"Kalau lihat ceritanya 3,5 tahun yang tertera sekarang ini barang bukti yang ditemukan sekitar Rp 12,5 miliar kerugian negara. Tetapi kita hitung secara minimal saja selama dia bekerja total semua dengan ini sekitar Rp 37 miliar lebih. Ini total terminim yang kita hitung dari pemeriksaan awal terhadap pelaku," ucapnya.
Yusri menyebut total tersangka dari kasus meterai palsu ini berjumlah 7 orang, yang mana 1 orang masih berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO). Mereka disebut memiliki peran masing-masing dalam melakukan aksinya, di mana tersangka berinisial S adalah otak di balik bisnis meterai palsu ini, yang sempat menjadi buronan dengan kasus yang sama pada 2019.
"S ini adalah otaknya pada saat itu melarikan diri, nah sekarang kita temukan dan dia juga masih bekerja yang sama. Dia perannya ini pemilik mesin-mesin. Tersangka kita amankan di daerah Bekasi Barat, tempat mereka melakukan meterai palsu," jelasnya.
Tersangka kedua berinisial BST yang berperan sebagai pemesan meterai palsu yang dibeli dari tersangka berinisial WID. Tersangka WID ini merupakan perempuan yang berperan sebagai pengelola akun di media sosial untuk memasarkannya.
"Cuma pintarnya dia setiap memasarkan, yang membeli sudah 2-4 kali, dia akan ubah lagi akunnya untuk menghindari pelacakan dari aparat dalam hal ini," ucapnya.
Tersangka WID, kata Yusri, dalam memasarkan meterai palsu di media sosial diajarkan oleh suaminya berinisial ASR yang menjadi napi di Lapas Salemba dengan kasus yang sama. Atas perannya tersebut, ASR kini kembali ditetapkan sebagai tersangka.
"Dia (suami WID) napi sejak 2018 dengan vonis 3 tahun lebih, sekarang masih tapi kita tetapkan dia sebagai tersangka, inisialnya ASR," sebutnya.
Tersangka kelima memiliki peran mendesain meterai palsu berinisial SNK dan HND sebagai tersangka keenam berperan menyiapkan hologram. Sedangkan tersangka yang masih bersifat Daftar Pencarian Orang (DPO) berinisial MSR, berperan sebagai penjahit yang tugasnya membuat lubang-lubang di meterai palsu atau disebut perforasi.
Atas perbuatannya, tersangka dianggap telah merugikan negara dan dikenakan pasal berlapis hingga hukuman tujuh tahun penjara.
"Kami akan lapis di pasal KUHP di 251, 256, 257 KUHP, kemudian di UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang bea meterai. Bahkan kami lapis lagi nanti dengan UU Nomor 8 tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU). (Hukuman) 7 tahun penjara, ada yang 6 tahun penjara karena ini terus terang merugikan keuangan negara yang cukup besar," bebernya.