Kisruh politik dan kudeta militer yang terjadi di Myanmar semakin panas. Kali ini junta militer mengancam akan mengambil alih seluruh isi rekening pribadi di semua bank swasta jika mereka tidak segera beroperasi.
Dilansir Nikkei Asia, Kamis (18/3/2021), junta militer Myanmar melalui Bank Sentral menerbitkan surat pada 12 Maret lalu yang isinya memerintahkan bank komersial untuk melaporkan secara rinci jumlah dan pemilik rekening serta transfer uang yang dilakukan di organisasi non pemerintah di dalam negeri dan luar negeri sejak 2016.
"Jika bank swasta tidak kembali beroperasi, Bank Sentral Myanmar tidak akan bertanggung jawab atas konsekuensinya," demikian isi memo Bank Sentral Myanmar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perintah itu diduga agar pemerintah Myanmar bisa mendapatkan barang bukti untuk kasus yang dituduhkan kepada mantan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi yang saat ini dipenjara, serta menjadi alasan argumen bahwa ada campur tangan asing dalam urusan dalam negeri di negara itu.
Baca juga: Jalan Buntu Kisruh Politik di Myanmar |
Saat ini ada 30 bank yang beroperasi di sektor perbankan domestik Myanmar. Sebanyak 13 di antaranya adalah milik negara dan semi-pemerintah. Kegiatan perbankan itu terganggu akibat gejolak politik usai kudeta pada 1 Februari lalu. Operasional bank-bank pemerintah juga tersendat akibat para pegawainya ikut mogok kerja menentang kudeta.
Para bankir dan pegawai perbankan di Myanmar mengaku diserang habis-habisan melalui media sosial ketika mereka terpaksa harus kembali bekerja karena dipaksa pemerintah. Mereka merasa ditekan dari kelompok pro demokrasi, junta militer dan Bank Sentral.
Jika tidak dilakukan, maka junta Myanmar bisa mengambil alih isi rekening bank swasta kepada Bank Ekonomi Myanmar (MEB) milik pemerintah, dan Bank Inwa dan Bank Myawaddy yang dikelola militer.
Perintah untuk pembukaan kembali bank swasta diduga adalah sinyal junta Myanmar untuk mencoba mengantisipasi supaya kegiatan perbankan kembali bergerak, dan mencegah krisis politik merembet ke sektor ekonomi.
Saat ini hanya layanan perbankan digital dan jaringan ATM yang beroperasi, tetapi bank mengalami kesulitan untuk mengisi kembali ATM dengan uang tunai. Hal itu membuat beberapa perusahaan Internasional dan lokal terpaksa menunda pembayaran gaji untuk bulan Februari karena kesulitan mendapatkan uang tunai dan melakukan transfer bank.
"Beberapa mungkin mampu membayar gaji untuk kali ini, tetapi tidak yakin untuk waktu berikutnya (Maret)," kata seorang manajer di sebuah perusahaan Jepang.
Lembaga Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan kenaikan bahan pangan dan bahan bakar di Myanmar beresiko menyebabkan kelaparan bagi keluarga miskin di negara yang tengah dilanda krisis akibat kudeta itu.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu mengatakan harga pangan mengalami kenaikan selama gelombang unjuk rasa. Mereka menyatakan harga minyak sawit naik 20%, beras naik 4% di daerah Yangon dan Mandalay sejak akhir Februari, harga bahan bakar meningkat 15% di seluruh Myanmar sejak kudeta pada 1 Februari.
Simak video 'Demi Perdamaian Myanmar, Paus Fransiskus Rela Berlutut di Jalanan':