Sementara, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyayangkan rencana impor beras tersebut. Menurutnya, kebijakan tersebut abai terhadap situasi pertanian dalam negeri dan akan semakin menekan petani.
"Rencana impor beras mengabaikan situasi yang tengah dihadapi oleh petani di dalam negeri. Saat ini berbagai wilayah di Indonesia akan memasuki masa panen raya. Tidak hanya itu, petani tanaman pangan khususnya padi, tengah dihadapkan pada situasi merosotnya harga gabah," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Henry kemudian menegaskan, merosotnya harga gabah sangat merugikan petani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Tuban misalnya, harga gabah mencapai Rp 3.700. Harga tersebut di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan pemerintah yakni Rp 4.200. Begitu juga di beberapa wilayah lainnya seperti Banyuasin, Aceh dan Nganjuk, harga di tingkat petani berada di bawah HPP. Pemerintah seharusnya berfokus mengatasi hal ini dahulu ketimbang buru-buru merencanakan impor," tegasnya.
Henry mengatakan, jika mengacu pada data yang dirilis oleh BPS, situasi komoditas pangan di Indonesia diprediksi mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. BPS menyebutkan potensi produksi padi Januari - April 2021 diperkirakan mencapai 25,37 juta ton gabah kering giling. Artinya potensi produksi beras sepanjang Januari - April 2021 mencapai 14,54 juta ton beras. Ini naik sebesar 3,08 juta ton dibandingkan tahun 2020 lalu.
"Jika mengacu pada data tersebut ditambah lagi dengan situasi yang berkembang saat ini, rencana impor beras harus dikaji lebih jauh. Sekali lagi, rencana ini akan berdampak kepada petani dalam negeri kita. Jangan lupa, sektor pertanian masih menjadi andalan dan mampu bertahan di tengah pandemi COVID-19 ini," ujarnya.
(acd/zlf)