Asisten Profesor, Western University di Ontario, Canada bernama Luke Stark telah menolak tawaran hibah dari raksasa teknologi, Google sebesar US$ 60.000 setara Rp 864 juta (kurs Rp 14.400). Hal itu dia lakukan tidak semata-mata tanpa alasan.
Dikutip dari CNN, Kamis (25/3/2021) perlu diketahui hibah itu didapat dari Google Research Scholar untuk profesor yang baru merintis karir. Awal Maret 2021 ini proposal proyek penelitian milik Stark diterima oleh Google. Proposal dikirim pada November 2020 yang berisi tentang alat yang menggunakan Artificial Intelligence (AI) yang bisa mendeteksi emosi.
Namun, dana itu ditolak oleh Stark karena dia mengetahui adanya tindakan rasisme yang berujung pemecatan yang dilakukan Google pada tim AI-nya. Pemecatan itu terjadi pada Desember 2020 terhadap wanita kulit hitam yang juga ilmuwan komputer bernama Timnit Gebru. Dia juga menjabat sebagai co-leader dari tim AI etis Google.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buntut pemecatan itu berawal saat Gebru yang mengirimkan pesan melalui email kepada Google. Email itu berisi tentang kekecewaannya kepada perusahaan terkait rendahnya keberagaman di perusahaan. Tidak hanya itu, Gebru juga mengeluhkan proses peninjauan makalah penelitian miliknya. Di mana makalah itu tentang risiko membangun model bahasa AI.
Dalam email itu Gebru juga mengeluhkan tindakan pimpinan Google AI yang meminta dirinya untuk mencabut makalah tersebut dan menghapus namanya dari proyek itu. Gebru pun menuliskan di Twitter pribadinya bahwa dia akan dipecat.
Hal itu memicu kesulitan selama berbulan-bulan bagi Google, karena dampak dipecatnya Gebru telah membingungkan karyawan yang satu tim dengan Gebru. CEO Google pun diketahui mengajukan permintaan maaf kepada karyawannya.
Google akhirnya melakukan penyelidikan internal atas masalah tersebut. Hasil penyelidikan itu, Gebru dinyatakan telah melanggar kode etik. Saat Gebru resmi dipecat, rekan kerjanya bernama Margaret Mitchell yang menjabat sebagai co-team leader tim AI juga dipecat. Sebab Mitchell diketahui terus mengkritik perusahaan soal dipecatnya Gebru.
Peristiwa itu menjadi fokus utama Stark ketika Google menawarkan hibah US$ 60.000. Stark merasa perlu menolak penghargaan tersebut untuk menunjukkan dukungannya kepada Gebru dan Mitchell. Penolakan itu juga didedikasikan untuk semua orang yang pernah berada dalam situasi yang sama.
"Pikiran pertama saya adalah, 'Saya harus menolaknya'," kata Stark
Stark sendiri salah satu dari banyak orang di dunia akademis yang memberikan empati atas dipecatnya Gebru dan Mitchell. Menurut Stark, peristiwa itu akan berdampak kepada reputasi dan status Google dengan tim AI etis perusahaan.
"Saya pikir penyebaran ini lebih luas daripada yang disadari oleh perusahaan," kata Stark.
Gebru mengapresiasi tindakan Stark. "Ini masalah yang cukup besar bagi seseorang untuk menolak sponsor Google," katanya.
Juru bicara Google mengatakan selama 15 tahun terakhir, perusahaan telah memberikan lebih dari 6.500 hibah akademik dan penelitian kepada mereka yang berada di luar Google. Stark adalah orang pertama yang menolaknya, menurut juru bicara Google.
(zlf/zlf)