Sebanyak 200.000 ton beras impor tahun 2018 masih tersisa di gudang Perum Bulog. Dari angka itu, 106.000 ton di antaranya berpotensi rusak atau 'busuk'. Setidaknya ada 4 penyebab utama beras impor 2018 turun mutu, kemudian terancam 'busuk'.
Penyebab utama ialah Bulog tak memiliki fasilitas penyimpan beras khusus. Selama ini, cadangan beras pemerintah (CBP) disimpan Bulog di dalam gudang yang juga digunakan untuk bahan pangan lainnya.
"Yang ada saat ini penyimpanan beras di gudang bulog itu tidak spesialis gudang untuk beras. Sehingga itu mempercepat kerusakan daripada beras. Karena sebenarnya beras itu harus disimpan dalam silo dengan temperatur yang stabil. Tidak ada beras dalam waktu disimpan di karung, terus disimpan dalam gudang yang biasa. Tidak ada ventilasinya, tidak ada standarnya, tidak bisa. Ini permasalahannya," ungkap Direktur Utama Bulog Budi Waseso dalam webinar PDIP, Kamis (25/3/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan, penyimpanan beras yang menggunakan teknologi cocoon-lah yang bisa menyimpan beras dalam waktu lama, sehingga mutunya tak berkurang. Namun, biaya membuat fasilitas itu sangat tinggi.
Faktor kedua adalah sulitnya Bulog menyalurkan beras impor karena pemerintah menghentikan program bantuan sosial (Bansos) beras sejahtera (Rastra) pada tahun 2019. Padahal, Bulog adalah pemasok utama program tersebut, dengan kapasitas penyaluran sebanyak 2,6 juta ton per tahun.
Tak hanya itu, beras impor tersebut juga kurang cocok dengan mayoritas selera masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, beras impor tersebut pun harus disalurkan dengan cara dicampur dengan beras produksi Tanah Air.
"Beras 1,8 juta ton ini bermasalah impornya. Kenapa bermasalah? Berasnya tidak jelek, bagus. Persoalannya 1, jenis beras yang diimpor kebanyakan jenisnya pera. Pera itu tidak mayoritas dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia," tutur dia.
Kondisi tersebut menyebabkan beras impor menganggur lama di gudang Bulog, sehingga mutunya turun.
"Beras itu berupa bahan makanan. Bahan mati aja seperti kursi besi itu ada nilai turunnya apalagi ini pangan. Dan itu sudah ada peraturan begitu kita menyimpan beras 4 bulan itu bisa dinyatakan turun mutunya. Kenapa turun? Salah satunya selain itu memang secara alamiah," ujar pria yang akrab disapa Buwas tersebut.
Lantaran cadangan beras bulog sulit keluar dan hanya tersimpan di gudang dengan kualitas seadanya, membuat beras di gudang Bulog rawan turun mutu.
"Terus kenapa beras rusak? Bagaimana tidak rusak, beras itu sudah menahun ada di Bulog dengan kondisi gudang yang sangat sederhana, ya pasti rusak. Kecuali kita menggunakan teknologi cocoon. Kalau pakai teknologi itu, kita simpan 3 tahun, beras itu tidak mungkin rusak. Persoalannya satu, biayanya tinggi, tidak mungkin kita lakukan," imbuhnya.
Saat ini, pihaknya sedang membuat sistem penyimpanan baru. Namun, bukan untuk beras, melainkan dalam bentuk gabah. Nantinya, Bulog baru akan menggiling gabah menjadi beras ketika akan didistribusikan ke masyarakat.
"Oleh sebab itu, kita sedang bangun gudang yang memenuhi standar untuk menyimpan beras. Jadi saya akan menyerap gabah, lalu kita lewatkan dryer, kita simpan di silo. Sebelum kita pakai itu ada di silo, yang ada temperaturnya. Sehingga mau disimpan 3 tahun sekali pun gabah itu tidak akan berubah kualitasnya," tandas Buwas.
(dna/dna)