Karena Persoalan Uighur, Nike hingga Burberry Diboikot di China

Karena Persoalan Uighur, Nike hingga Burberry Diboikot di China

Aulia Damayanti - detikFinance
Senin, 29 Mar 2021 10:46 WIB
Perusahaan Apple dan Nike mendapat tekanan supaya memutus bisnis yang melibatkan perbudakan etnis Muslim Uighur di China
Foto: BBC World
Jakarta -

Perusahaan merek-merek besar seperti H&M, Nike (NKE), Adidas (ADDDF) dan Burberry (BBRYF) tengah mengahadapi boikot di China. Hal itu terjadi karena sejumlah perusahaan itu mengkritik terkait kerja paksa warga Uighur yang diduga terjadi di pabrik kapas, Xinjiang.

MengutipCNN, Senin (29/3/2021) merek-merek itu pun sempat menjadi bulan-bulanan warga China di media sosial, Weibo. Peristiwa ini menjadi pengingat bagi merek AS saat harus mendekati daya beli konsumen China yang tercatat menguntungkan karena imbasnya begitu banyak pada bisnis.

Peristiwa itu mengundang kemarahan bagi selebritas China. Banyak dari mereka yang akhirnya memutuskan hubungan dengan Nike cs. Bahkan e-commerce besar China, seperti Alibaba dan JD.com telah menghapus merek H&M dari daftar produk mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak hanya itu, imbasnya juga mengguncang saham perusahaan. Saham Nike jatuh lebih dari 3% Kamis pekan lalu di Wall Street, sementara Adidas tenggelam lebih dari 6% di Frankfurt. Di London, Burberry kehilangan lebih dari 4%. Saham H&M juga turun hampir 2% di Swedia.

Namun, yang terbaru saham H&M naik 1% pada awal perdagangan Jumatnya, sementara saham Nike naik sekitar 1,5% dalam perdagangan pra-pasar.

ADVERTISEMENT

Menurut analis Bernstein Aneesha Sherman, situasi saat ini menjadi peringatan bagi merek AS yang telah mendapatkan keuntungan besar dari konsumen China.

"Ini posisi yang sulit untuk dikelola, karena mereka tidak bisa benar-benar mundur dari pasar China, tetapi pada saat yang sama mereka ingin memastikan mereka tidak meninggalkan pelanggan China," kata Sherman.

China sendiri telah menyumbang sekitar 5% dari penjualan H&M pada tahun 2019. Sherman memperkirakan angka itu tumbuh sekitar 10% pada tahun 2020, karena ekonomi China pulih lebih cepat di tengah pandemi daripada pasar Eropa.

Atas kritikan dari merek-merek AS itu, pemerintah China menegaskan bahwa kamp-kamp di Xinjiang sebagai pusat pelatihan kejuruan yang dirancang untuk memerangi kemiskinan dan ekstremisme agama di China.

Sejak lama memang, ketegangan AS-China yang menjadi terkenal selama era mantan Presiden AS Donald Trump dan hingga kini ketegangan itu belum hilang. Kini pemerintahan Joe Biden dan sekutunya mengambil tindakan keras dengan Beijing. Itu pun menciptakan tantangan bagi perusahaan Barat yang beroperasi di pasar China.

(zlf/zlf)

Hide Ads