Syedih! Lahan Pertanian yang Hilang Makin Banyak Tiap Tahun

Syedih! Lahan Pertanian yang Hilang Makin Banyak Tiap Tahun

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 30 Mar 2021 07:31 WIB
Ilustrasi petani terakhir di Jakarta
Ilustrasi Alih Fungsi Lahan Pertaninan (Ilustrator: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Lahan pertanian terus mengalami penurunan luas dari tahun ke tahun. Hal itu menjadi tantangan tersendiri dalam mendorong ketahanan pangan nasional.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan tren alih fungsi lahan pertanian di tahun 1990-an mencapai sekitar 30.000 hektare (Ha) per tahun. Luasnya semakin meningkat menjadi sekitar 110.000 Ha di 2011, bertambah lagi mencapai 150.000 Ha di 2019.

"Ini data dari BPN (Badan Pertanahan Nasional). Memang ada kenyataan-kenyataan alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian yang masih terus berlangsung saat ini, bahkan cenderung meningkat," ujar Syahrul dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Senin (29/3/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Syahrul menjelaskan pengalihan fungsi lahan pertanian itu diubah menjadi lahan industri, hingga pembangunan jalan.

"Ini (alih fungsi lahan pertanian) khususnya terjadi pada daerah-daerah perkotaan yang diubah menjadi lahan industri, pembangunan jalan-jalan strategis, dan lain-lain," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Pada dasarnya wewenang untuk memutuskan alih fungsi lahan ada pada pemerintah daerah (Pemda). Hal itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Namun Syahrul meminta pihaknya diberikan kewenangan untuk ikut melakukan penuntutan langsung terkait penurunan lahan pertanian.

"Kendali sepenuhnya itu memang ada di daerah, khususnya kabupaten. Tapi kalau dibiarkan ini kecenderungan meningkat. (Pengalihan fungsi lahan pertanian) akan terus berkembang seperti yang sudah ada saat ini," tandasnya.

Bagaimana dengan food estate? Apakah mengganggu lahan pertanian? Klik halaman selanjutnya.

Syahrul memastikan pembangunan food estate sama sekali tidak mengganggu kawasan hutan. Penanaman juga bukan dilakukan pada wilayah-wilayah tebing yang sulit dijangkau.

"Seperti food estate di Humbang Hasundutan, tidak mengganggu hutan sama sekali. Semak belukar memang banyak di sana, tapi bukan tebing yang keterjalannya di atas 40 derajat, tidak," ucapnya.

Dijelaskan bahwa wilayah food estate dibangun pada kawasan perbukitan yang diratakan sehingga kegiatan budidaya hortikultura bisa berlangsung baik tanpa merusak ekosistem lingkungan.

Selain di Humbang Hasundutan, masih banyak daerah lain yang disebut kondisi lahannya sama. Kondisi lahan di sana dinilai memiliki potensi panen yang besar dan berkualitas.

"Di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Papua, banyak lahan begini dan itu tidak mengganggu hutan. Hanya saja ini tidak cukup dengan APBN, butuh dana dari private sector termasuk KUR perbankan," ujarnya.




(aid/dna)

Hide Ads