Impor jahe mengalami kenaikan sejak tahun 2018, dan semakin melonjak di tahun 2019 dan 2020. Lonjakan impor jahe ini menyebabkan harga jahe di tingkat petani dalam negeri anjlok, dan petani pun merugi.
Seorang putri dari petani jahe asal Sumatera Utara (Sumut) Layla Saragih mengatakan, orang tuanya terpaksa membiarkan jahe-jahe di sawah meski sudah siap panen. Pasalnya, harga jahe anjlok selama 2 bulan terakhir menjadi Rp 3.500 per kilogram (Kg) setelah derasnya impor jahe.
Ia menyampaikan hal itu melalui akun Twitternya @layla_saragih. Cuitannya itu ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tolong mohon kiranya diperhatikan harga hasil pertanian di Sumut terutama jahe yang harganya anjlok sekali. Dan pemerataan distribusi juga mohon diperhatikan. Karena di luar Pulau Sumatera harga mungkin masih Rp 15.000/Kg, di Sumut Rp 3.500/Kg," tulis Layla seperti yang dikutip detikcom, Rabu (7/4/2021).
Ia juga meminta Jokowi untuk menghentikan impor jahe dan mengutamakan produksi petani. "Kasihan petani, Pak. Harga pertanian anjlok, tapi (harga) pupuk tinggi-tinggi sekali," ungkapnya.
Kepada detikcom, Layla membeberkan kondisi sawah orang tuanya saat ini. Menurutnya, orang tuanya tak mau memanen jahe karena harganya sudah anjlok di pasaran, bahkan untuk dijual pun sulit. "Jahenya dibiarkan di lahan saja," tutur Layla.
Akibatnya, orang tuanya harus menanggung rugi. Pasalnya, modal yang digunakan untuk menanam jahe diperoleh dari pinjaman kredit usaha rakyat (KUR). Kini, orang tuanya tak sanggup melunasi pinjaman itu karena panen tak laku.
"Sudah rugi, karena tenaga memongkar lagi. Jadi modal pinjaman untuk biaya bertani itu kemarin pinjam dari KUR. Niatnya bisa menutup (pinjaman) dengan hasil panen jahe. Tapi ini jahe nggak laku, pinjaman KUR menunggak," kata Layla.
Lanjut halaman berikutnya soal impor jahe.