Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menjelaskan data World Bank 2019 menyebut pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri mencapai 9 juta orang. Padahal yang tercatat berangkat secara legal ada 3,7 juta orang.
"Di sistem kita 3,7 juta orang, tahu persis mereka dari mana ke mana. Tapi ternyata World bank mendata ada 9 juta, ada gap angka sekitar 5,3 juta berarti yang dikirim sindikat," kata Benny usai acara sosialisasi UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di kantor Pemprov Jateng, Jumat (9/4/2021).
Dari Jawa Tengah, lanjut Benny, ada sekitar 250 ribu pekerja migran. Rata-rata ada sekitar 3 kali lipat jumlah pekerja migran ilegal yang berangkat di setiap daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rata-rata 3 kali lipat sesungguhnya dari jumlah jatah resmi. Di Jateng 250 ribu, diyakini tiga kali lipat kerja di luar negeri yang dikirim sindikat," tandasnya.
Para pekerja migran tersebut terancam mendapat perlakuan semena-mena dari majikan. Mulai dari tidak dibayar upah, penganiayaan, pelecehan seksual, hingga diperjualbelikan.
"Kekerasan fisik, penghentian hubungan kerja sepihak, bahkan diperjualbelikan. Kalau majikan bosen jual ke majikan lain. Mau berontak tidak bisa karena dokumen ditahan. Kalau ilegal enggak brani melapor karena bisa ditindak penegak hukum setempat. Kalau pulang akhirnya juga tidak bawa apa-apa," jelasnya.
Ia menjelaskan dalam setahun menjabat sebagai Kepala BP2MI sudah menggagalkan keberangkatan 610 orang ke luar negeri secara ilegal untuk bekerja.
"Selain itu sejak Januari 2020 sampai pertengahan Maret 2021 ada 169 ribu migran yang dipulangkan. Kemudian 760 jenazah dipulangkan, bukan angka yang sedikit. Itu 80 persen berangkat ilegal. Kemudian ada 640 yang sakit, itu pembiayaan BP2MI. Yang sakit dirawat sampai sembuh," jelasnya.
Ironisnya, lanjut Benny, para mafia yang mengirim pekerja migran ilegal dibeking oleh oknum aparat, pemerintah, bahkan organisasi yang dipimpinnya sendiri.
"PMI ini dihadapkan sindikat mafia penempatan ilegal yang dikendalikan segelintir orang yang punya modal kapital. Soalnya dibeking oknum yang punya atribut kekuasaan. Ini era transparansi, ada oknum TNI, Polisi, Keimigrasian, Kedutaan Besar, Kementrian Ketenagakerjaan, bahkan oknum BP2MI yang saya pimpin," ujarnya.
Maka sosialisasi penting dan juga pengawasan hingga tingkat desa perlu dilakukan. Pihak Desa bisa menertibkan warganya yang ingin ke luar negeri dan dipastikan lewat jalur legal
"Penyelesaian dari hulu. Desa harus tertibkan warganya yang ke luar negeri. Siapa mereka, verifikasi mereka. Masyarakat harus diedukasi agar proses migrasi jadi aman," katanya.
Benny menambahkan peran pemerintah daerah sangat penting dalam proses penyelemggaraan dan edukasi para pekerja migran yang akan berangkat. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengamini hal itu. Edukasi dan peningkatan skill pekerja migran penting untuk bekal, termasuk keahlian bahasa untuk negara yang dituju.
"Satu saja, edukasi atau training. Tidak ada yang lain. Jadi diberikan skill apa yang dibutuhkan pekerja migran, lalu bahasa. Berikutnya adalah pemahaman kultur negara yang akan dituju agar tidak bermasalah," jelas Ganjar.
Ganjar juga berpesan kepada Bupati/Wali Kota agar bisa menyapa para pekerja migran dari daerah masing-masing via online. Hal itu bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan beberapa informasi.
"Intinya dalam konteks komunikasi publik yang terbuka, kasihlah nomor telepon atau WA, kasihlah medsosnya. Sekali-kali disapa, maka tadi saya usul kepada dinas maupun Bupati dan Wali Kota live melalui medsos dengan PMI kita. Saya sering lakukan itu dan kadang kita bisa mendapatkan informasi tanpa rekayasa," kata Ganjar.
(alg/hns)