Kementerian Investasi sedang dibentuk oleh pemerintah. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan beberapa pekerjaan rumah pada sektor investasi sudah menanti kementerian baru ini.
Faisal menilai tugas Kementerian Investasi bukan cuma mengerek jumlah investasi saja, namun juga kualitas investasi yang masuk saat direalisasikan. Misalnya, kualitas lapangan kerja yang dihasilkan.
Dia menilai investasi yang berkualitas adalah investasi yang mampu membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"PR-nya ini adalah kualitas investasi, jadi bukan hanya nilainya atau realisasinya saja. Tapi juga kualitasnya, dalam artian misalnya penciptaan lapangan kerja," papar Faisal kepada detikcom, Senin (19/4/2021).
"Jadi tujuannya investasi bukan cuma meningkat, tapi penciptaan lapangan kerja juga harus ditingkatkan dari investasi yang masuk," lanjutnya.
Kementerian Investasi menurut Faisal juga harus membuktikan pembentukannya ini mampu berdampak pada sistem investasi dan diiringi dengan kebijakan yang makin memudahkan investasi.
Contohnya saja membuat koordinasi antar daerah dan pusat soal perizinan usaha makin baik. Dengan Kementerian Investasi diharapkan beda regulasi antar pemerintah daerah dan pusat tidak lagi terjadi.
"Misalnya itu koordinasi antar pemerintah pusat dan daerah jadi makin baik dengan adanya kementerian baru ini. Tidak ada lagi beda regulasi yang membuat lambat realisasi investasi," tutur dia.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai pekerjaan rumah pemerintah di sektor investasi adalah minimnya realisasi investasi. Komitmen investasi berhasil dibuat, namun investasinya tak kunjung dilakukan.
Realisasi ini menurutnya sering gagal, hal itu karena ada beberapa masalah yang terjadi langsung di lapangan. Mulai dari biaya logistik yang mahal, pungli, hingga ketidaksiapan sumber daya manusia Indonesia atas kebutuhan industri.
"Yang terpenting follow up dari komitmen menjadi realisasi investasi. Di sini bottle neck atau hambatannya ada di lapangan, misalnya soal biaya logistik mahal, infrastruktur tidak terintegrasi, sampai ke pungli. Juga kurangnya SDM yang dibutuhkan industri ," ujar Bhima.
(hal/dna)