Omzet Jeblok, Pengusaha Batik Kudus Babak Belur Melawan Pandemi

Omzet Jeblok, Pengusaha Batik Kudus Babak Belur Melawan Pandemi

Dian Utoro Aji - detikFinance
Senin, 19 Apr 2021 18:40 WIB
Pekerja sedang membuat batik tulis di Kudus, Senin (19/4/2021).
Foto: Dian Utoro Aji/detikcom
Jakarta -

Pengusaha batik di Kudus, Jawa Tengah, mengaku mengalami penurunan pendapatan hingga 80% selama pandemi virus Corona atau COVID-19. Mereka pun bertahan dengan membuat inovasi batik.

Hal tersebut seperti yang dialami pengusaha batik Kudus, Teresia Leony. Tere mengaku setahun pandemi ini berdampak bagi usaha batik yang ditekuni selama empat tahun.

"Untuk bertahan saya melakukan inovasi, seperti membuat masker, kemudian sarung, mukena, buat souvenir batik," kata Tere yang juga pemilik Tere Batik di Ruko Wijaya Royal Residence Gondangmanis Kecamatan Bae saat ditemui di sela - sela pelatihan batik di Kudus, Senin (19/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya saat ini lebih banyak membuat masker, sarung, hingga souvenir pengantin yang bermotif batik tulis. Hal tersebut karena souvenir batik lebih banyak permintaan.

"Semua kain saya potong untuk menjadi souvenir. Karena banyak misalnya pengantin banyak pemberian souvenir daripada mengundang tamu. Jadi kemarin giatnya tetap eksis menggaji karyawan yaitu inovasi produk. Tadi yang hampir tidak membuat sarung, mukena, souvenir sajadah seperti itu, ini akhirnya membuat," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Tere mengatakan permintaan batik tulis selama pandemi menurun drastis. Menurutnya permintaan batik tulis bahkan tidak ada sama sekali. Pendapatan selama pandemi ini mengalami penurunan hingga 80%.

"Kalau pandemi tetep sepi tidak ada pertumbuhan sama sekali. Paling yang masih pesan yakni seragam, untuk pembelian yang tulis hampir tidak ada. Karena memang tidak ada kebutuhan untuk pesta, pokoknya kebutuhan prestise itu kan tidak ada. Sekarang kan yang dicari kebutuhan pokok. Misalkan yang batik mereka carinya pun yang sarung ya, masker, mukena. Sehingga penurunan banyak, sekitar 80%," ungkap Tere.

Tere menjelaskan sebelum pandemi virus Corona pendapatan per bulan sekitar Rp 60 juta sampai Rp 100 juta. Sebelum pandemi juga ada sebanyak 11 pekerja. Namun jumlah pekerja kini tinggal empat orang saja.

"Dulu di atas Rp 60 juta. Sekarang turun sampai 80%. Sekarang ada 4 pekerja, sebelumnya ada 11 pekerja. Mereka pada berhenti karena mungkin karena pekerjaan sepi. Tetap digaji tapi tidak sebanyak seperti dulu," ucapnya.

Tere mengatakan batik tulis yang dijual menggunakan motif khas Kudus. Terutama batik yang bermotif tentang kearifan lokal Kudus. Di antaranya, menara, tanaman parijoto, hingga tanaman singkong.

"Kalau jenis batik tulis yang saya buat itu warnanya cerah, karena saya menampilkan untuk generasi muda - muda. Jadi bagaimana orang muda mencintai batik. Karena kesannya batik itu kan orang tua, selalu kuno, selalu tidak bagus. Kalau anak muda kurang fashionable. Jadi pasti cerah dan mengangkat kearifan lokal Kudus. Contohnya menara, ya kearifan lokal, biasanya tanaman, misalkan pakai parijoto, singkong, jadi semua di sekitar saya angkat jadi batik," jelasnya.

Harga batik yang dijual berkisar Rp 70 ribu sampai Rp 2 juta. Itu pun tergantung motif batik yang dipesan. Tere pun berharap pandemi segera berakhir, sehingga perekonomian warga kembali pulih kembali.

"Kisaran Rp 70 ribu sampai Rp 300 ribu. Rp 1 juta sampai Rp 2 juta tergantung pesanan dan motifnya juga. Kalau kirim sebelum pandemi sekarang tidak ada saat pandemi. Harapannya ya banyak pesanan, bantuannya secara pemasaran saja," pungkas Tere.




(ang/ang)

Hide Ads