Pertama, kebijakan protektif, yakni kebijakan pemerintah dalam memberi perlindungan bagi pekerja perempuan terkait fungsi reproduksi. Hal ini meliputi istirahat karena haid; istirahat 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan; istirahat gugur kandung kesempatan menyusui; dan larangan mempekerjakan perempuan hamil pada shift malam hari.
"Sebaliknya, perusahaan berkewajiban memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan yang bekerja malam hari dan perlindungan bagi pekerja perempuan yang bekerja di luar negeri," ujar Ida dalam keterangan tertulis, Selasa (20/4/2021).
Hal tersebut ia sampaikan dalam webinar bertema 'Dakwah dan Pemberdayaan Tenaga Kerja Perempuan' yang digelar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Lebih lanjut Ida menyampaikan kebijakan kedua bersifat kuratif, yaitu kebijakan pemerintah dalam larangan melakukan PHK kepada pekerja perempuan karena menikah, hamil, atau melahirkan.
Sementara itu kebijakan ketiga merupakan kebijakan non-diskriminatif, yaitu kebijakan pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan terhadap praktik diskriminasi dan ketidakadilan gender di tempat kerja.
"Pemberian perlindungan itu mulai dari proses perekrutan sampai pelaksanaan pekerjaan di tempat kerja, pelatihan dan promosi kerja, perlindungan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan, serta pensiun," ungkapnya.
Di samping ketiga kebijakan tersebut, Ida menambahkan pihaknya juga terus berupaya mengembangkan program-program pemberdayaan tenaga kerja perempuan seperti kegiatan padat karya mandiri, kewirausahaan, maupun peningkatan kesadaran berbagai pemangku kepentingan terkait.
Selain itu, Kemnaker juga melakukan diseminasi informasi terkait pemenuhan dan perlindungan hak-hak pekerja perempuan di tempat kerja. (mul/hns)