Pengusaha Minta Pemerintah Rutin Evaluasi Neraca Komoditas

ADVERTISEMENT

Pengusaha Minta Pemerintah Rutin Evaluasi Neraca Komoditas

Tim detikcom - detikFinance
Rabu, 21 Apr 2021 19:13 WIB
Gula menjadi salah satu bahan pangan pokok yang diimpor pemerintah. Impor itu dilakukan untuk menjaga pasokan harga dan pasokan menjelang Ramadhan 2020.
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Keberadaan neraca komoditas yang nantinya akan menjadi dasar pemenuhan bahan baku bagi industri di Indonesia perlu dilakukan evaluasi secara berkala. Evaluasi ini diperlukan untuk memastikan data yang valid jika terdapat temuan-temuan baru di lapangan.

Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi (FLAIFGR) Dwiatmoko Setiono, menjelaskan sesungguhnya rencana pembentukan neraca komoditas bagus. Namun, satu hal yang penting menjadi perhatian adalah keberadaan data bahan baku yang valid. "Sebelum membuat neraca, kita harus tentukan stok awal berapa dan stok akhir berapa," kata dia, Rabu (15/4).

Menurut dia, seluruh pemangku kepentingan seperti kementerian/lembaga, termasuk pelaku usaha harus menyepakati data awal yang akan digunakan dalam neraca komoditas. Apalagi, saat ini Indonesia masih dihadapkan kepada data-data yang tidak valid. Data yang tercatat di atas kertas seringkali berbeda dengan fakta di lapangan.

Selain kesamaan data, hal lain yang tak kalah pentingnya adalah kesepahaman mengenai metode pengumpulan dan analisis. Menurut dia, penyusunan neraca komoditas memerlukan penyamaan metode statistik agar tercipta kesatuan data.

Oleh karenanya, kejujuran seluruh pemangku kepentingan menjadi krusial dalam menyusun neraca komoditas yang kredibel dan akurat. "Bisa saja data dalam neraca komoditas dibuat-buat untuk kepentingan beberapa pihak," ungkap Dwiatmoko.

Dia mencontohkan, sejak tahun 2010 industri tidak boleh melakukan impor gula mentah/kasar (raw sugar) akibat kebijakan pembatasan importasi. Secara konsep, kebijakan ini memang cukup bagus, kendati di lapangan justru merangsang pelaku usaha untuk berbuat curang.

Indonesia sendiri pernah menjadi negara pengekspor gula terbesar kedua di dunia. Sayangnya, di tengah kebutuhan gula yang meningkat setiap tahunnya, kita tidak mampu mengatasi permasalahan kesejahteraan petani dan mendorong teknologi untuk produksi. Berbagai pengetatan impor tersebut juga turut membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia.

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT