Roy menjelaskan konsumen pun perlu lebih berhati-hati. Konsumen juga harus cerdas, lebih kritis untuk mengetahui kondisi barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Demikian juga harus lebih berhati-hati menyimpan uang agar tidak mudah disalahgunakan orang tak bertanggung jawab atau anak sendiri yang belum mengerti.
"Inilah yang dimaksud dengan konsumen cerdas. Kalau kita lihat anak-anak ini kan mungkin belum memahami apa itu pengertian konsumen cerdas, tetapi pemerintah dalam berbagai kesempatan melalui kementerian terkait itu sudah terus mendorong yang namanya konsumen cerdas. Konsumen cerdas ini termasuk bagaimana pengawasan orang tua terhadap anak-anaknya," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengusaha ritel, sambung Roy tidak bisa asal inisiatif sendiri melarang anak kecil bertransaksi. Bisa-bisa, peritel juga dituntut orang tua anak, bila ternyata anak tersebut sebenarnya sudah dapat izin dari orang tuanya dalam membelanjakan uang yang ia punya.
Apalagi sampai membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur pelayanan terhadap konsumen di bawah umur. Sebab, dari pemerintah tidak ada aturan semacam ini. Bila kelak peritel malah dituntut karena melarang anak di bawah umur berbelanja, tak ada payung hukum yang bisa melindungi mereka.
"Kita tidak bisa melakukan suatu hal tindakan atau apapun kalau tidak didukung oleh regulator. Karena hak konsumen untuk membelanjakannya, kalaupun kita mau melarang, dasarnya apa? Kalau hanya dasar mengenai hukum yang positif (tidak tertulis) ya susah dong. Kalau anaknya complain, kemudian orang tuanya menggugat peritel karena tidak mau melayani kan masalah juga jadinya," imbuhnya.
(hns/hns)