2 Cara Bikin Jakarta 'Batal' Tenggelam di 2050

2 Cara Bikin Jakarta 'Batal' Tenggelam di 2050

Hendra Kusuma - detikFinance
Jumat, 14 Mei 2021 18:30 WIB
Warga berusaha melintasi genangan banjir yang melanda ruas jalan tol Pluit-Tomang, Jakarta, Kamis (17/1). Akibat banjir yang merendam ruas tol menyebabkan kemacetan dan ruas jalan sulit dilalui. File/detikFoto.
Ilustrasi/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Pengamat Tata Kota, Yayat Supriyatna mengungkapkan ada 2 cara agar DKI Jakarta tak tenggelam di 2050. Banyak kajian yang menyebut ibu kota Indonesia ini akan tenggelam akibat penurunan permukaan tanah dan naiknya permukaan laut.

Baru-baru ini, laporan Konsultan risiko Verisk Maplecroft menyebut DKI Jakarta sebagai kota yang paling cepat tenggelam. Masih dari laporan tersebut, mencatat dari 100 kota terpadat 99 kota diantaranya berada di Asia, sementara Eropa menjadi rumah bagi 14 dari 20 kota teraman.

Yayat mengatakan dua cara tersebut adalah pertama, segera merealisasikan proyek pembangunan tanggul pengaman pantai atau giant sea wall di wilayah Jakarta Utara. Kedua, moratorium pengambilan air tanah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kalau Jakarta tidak mau tenggelam harus ada komitmen yang sungguh-sungguh menghentikan air tanah," kata Yayat saat dihubungi detikcom, Jakarta, Jumat (14/5/2021).

Penghentian penggunaan air tanah, dikatakan Yayat memang harus ada penggantinya yaitu pemanfaatan air baku dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Saat ini sudah ada SPAM Regional Jatiluhur I yang akan menyuplai air baku pada tahun 2024.

ADVERTISEMENT

Satu lagi, dikatakan Yayat ada proyek Bendungan Karian di Lebak, Banten. Bendungan ini nantinya akan memasok air baku untuk wilayah Banten dan Jakarta.

"Jadi yang harus dipersiapkan kapan kita bisa mengupayakan pengambilan air tanah kemudian tersedia air baku yang cukup. Apakah semua rumah di Jakarta mendapat jaringan perpipaan kan belum. Kedua, apakah ada gedung yang berani menyatakan saya sudah tidak mengambil air tanah, tidak ada sama sekali," ujarnya.

"Jadi berani tidak kita lakukan moratorium," tambahnya.

Setelah moratorium, Yayat mengatakan upaya selanjutnya yang bisa menyelamatkan DKI Jakarta adalah pembangunan giant sea wall. Tanggul pengaman ini, dikatakannya juga bisa menjadi wadah atau penampung air yang nantinya bisa diproduksi sebagai bahan baku.

"Jakarta itu tidak mampu melakukan gerakan menyimpan air, menampung air ketika banjir itu artinya Jakarta itu membuang air dalam skala besar ke laut, kalau kita mampu bentuk Giant Sea Wall, membuat tanggul seperti Merlion Singapura, itu kan ada di patung Singa," katanya.

"Itu merupakan waduk atau semacam penampung air, jadi kalau misalnya di Jakarta bangun Giant Sea Wall dibangun dan bisa menjadi bahan baku air bersih Jakarta itu bagus, tapi syaratnya 1 yaitu sungai di Jakarta harus bersih dari limbah pabrik industri dan manusia," sambungnya.

(hek/eds)

Hide Ads