Kehadiran toko online dan minimarket modern yang semakin menjamur dan mudah ditemukan dimana-mana memberikan dampak bagi ritel tradisional seperti warung kelontong. Tidak hanya menimbulkan persaingan, warung kelontong yang menjual kebutuhan rumah tangga, mulai dari peralatan dapur, beras, hingga sabun berpotensi mati atau akan tergerus karena persaingan.
Pasalnya, mayoritas warung kelontong kalah bersaing dibanding dengan minimarket modern yang unggul dari segi tampilan dan tempat, ber-AC, harga, pemberian diskon, hingga pelayanan yang ramah dari minimarket modern. Belum lagi jika dibandingkan dari sisi modal, dan manajemen warung kelontong yang masih tradisional.
Meski menjual kebutuhan sehari-hari, keberadaan warung kelontong yang termasuk sektor UMKM termasuk vital karena menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Menghadapi hal ini, pelaku usaha kelontong yang memiliki keunggulan karena lokasinya dekat dengan pembeli atau di dalam komplek perumahan dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan usahanya agar bisa bertahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, para pemilik atau calon pemilik bisnis warung kelontong harus mampu mengatur strategi untuk melakukan berbagai perubahan penting agar usahanya tidak kalah bersaing, bahkan omzet bisa terus meningkat.
Lantas, apakah keberadaan toko online dan minimarket modern benar-benar telah menggerus warung-warung kelontong? Inovasi apa saja yang perlu dilakukan untuk membangun toko kelontong 'jaman now'? Apakah bisnis ritel seperti kelontong dan sembako masih menjanjikan di masa sekarang?
Untuk menjawabnya dMentor kali ini menghadirkan Helmika Manihuruk, seorang pelaku usaha toko kelontong asal Medan sekaligus youtuber dari akun Youtube Bisnis Retail Comunity. Helmika telah berhasil mengembangkan usahanya dan akan berbagi tips mengenai bisnis toko kelontong.
(hnf/hnf)