Saatnya Pelabuhan Perikanan Indonesia Naik Kelas

Kolom

Saatnya Pelabuhan Perikanan Indonesia Naik Kelas

Sakti Wahyu Trenggono - detikFinance
Selasa, 25 Mei 2021 17:05 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mendukung industri perikanan di Probolinggo semakin maju.
Foto: Dok. KKP: Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono
Jakarta -

Belum lama ini, saya kedatangan tamu puluhan nelayan Kabupaten Pati di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta Pusat, tempat saya berkantor dalam lima bulan terakhir. Saya senang sekali dengan pertemuan ini. Menjadi ajang diskusi dan bersilaturahmi apalagi ini masih bulan Syawal, serta saya bisa menjawab keresahan mereka secara langsung.

Kedatangan teman-teman dari Kabupaten Pati untuk menyampaikan penolakan atas rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerapkan program penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sistem pasca-produksi. Saya memahami kekhawatiran ini, sebab skema tersebut belum pernah diterapkan dan informasi yang mereka terima ternyata belum lengkap.

Penarikan PNBP pasca-produksi diiniasisi untuk menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat, khususnya nelayan. Dengan skema ini, pungutan PNBP ke depan berdasarkan hasil tangkapan dan pengurusan izin kapal menjadi nihil biaya. Artinya semakin banyak hasil tangkapan, banyak juga bayarannya ke negara. Sebaliknya bila hasil tangkapan sedikit, kewajiban yang dibayarkan pun sedikit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melalui data saya tegaskan, setiap tahun nilai produksi perikanan tangkap nasional mencapai ratusan triliun, tapi yang menjadi penerimaan negara hanya ratusan miliar. Minim sekali. Di tahun 2020 misalnya, nilai produksi perikanan tangkap di angka Rp 224 triliun dan yang menjadi pemasukan negara Rp 600,4 miliar saja.

Rasanya ini tidak fair, padahal ikan merupakan sumber daya yang menjadi kekayaan alam Indonesia. Mengacu pada UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3, harusnya keberadaanya dipergunakan sebesar-besarnyanya untuk kemakmuran rakyat, tapi faktanya kantong-kantong kemiskinan justru paling banyak di wilayah pesisir.

ADVERTISEMENT

Kembali ke keresahan teman-teman dari Pati. Musabab mereka menolak penerapan sistem tersebut salah satunya karena infrastruktur pelabuhan perikanan yang dianggap tidak memadai yang akhirnya malah menghambat produktivitas. Hal tersebut saya akui sebagai kelemahan saat ini, dan melalui penarikan PNBP pasca-produksi lah persoalan infrastruktur secara bertahap bisa dientaskan.

Sebab sebagian hasil dari implementasi program PNBP pasca-produksi akan digunakan untuk merevitalisasi infrastruktur pelabuhan perikanan di Indonesia. Kemudian sebagian lagi diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan lewat penguatan program jaminan sosial seperti pemberian asuransi kesehatan, kecelakaan bahkan jika memungkinkan sampai pada jaminan hari tua bagi para nelayan tradisional dan anak buah kapal (ABK).

Setelah mendengar penjelasan yang lebih komprehensif, teman-teman dari Pati akhirnya menyambut baik penarikan PNBP pasca-produksi yang menjadi salah satu program prioritas KKP hingga 2024.

Langsung klik halaman selanjutnya tentang pelabuhan modern.

Lihat Video: Probolinggo Potensi Jadi Pusat Ekonomi Perikanan di Jawa Timur

[Gambas:Video 20detik]



Keluhan nelayan Pati menyoal kondisi pelabuhan perikanan mempertegas bahwa tempat mereka mendaratkan hasil tangkapan memang sedang tidak baik-baik saja. Beberapa persoalan yang rutin saya temukan saat turun langsung ke lapangan adalah pendangkalan alur sungai menuju kolam pelabuhan, rob, TPI bau menyengat dan kotor, kurangnya fasilitas seperti coldstorage dan akses bahan bakar, serta adanya "jarak" antara pelabuhan dengan ekosistem usaha.

Padahal terintegrasinya sektor hulu hingga hilir memiliki banyak keuntungan, mulai dari meminimalisir peran tengkulak, pemasaran hasil tangkapan nelayan yang lebih mudah dan efiesien, hingga penyerapan tenaga kerja di pelabuhan bertambah banyak.

Mengurai klasifikasi pelabuhan perikanan di Indonesia, setidaknya terdapat empat kelas. Mulai dari Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS/Tipe A), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN/Tipe B), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP/Tipe C), dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI/Tipe D).

Dari total 500-an pelabuhan perikanan yang tersebar di Nusantara, 115 di antaranya sudah ditetapkan kelasnya. Rinciannya PPS sebanyak 7 pelabuhan, PPN 18 pelabuhan, PPP 42 pelabuhan, PPI 46 pelabuhan, dan satu pelabuhan perikanan dikelola oleh swasta. KKP mengelola 22 bagian di bawah naungan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT). Sebagian besar Tipe A - B dan
ada satu Tipe C yakni PPP Teluk Batang di Kayong Utara, Kalimantan Barat.

Peran pelabuhan perikanan memang sangat vital sebab berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, hingga keselamatan para nelayan. Tugas pokoknya yaitu memfasilitasi produksi dan pemasaran hasil perikanan di satu wilayah, pengawasan dan pemanfaatan sumberdaya ikan untuk pelestarian, dan kelancaran kegiatan kapal perikanan, serta pelayanan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan.

Maka dari itu, tak ada kata lain selain dari serius mengembangkan fasilitas pelabuhan perikanan menjadi lebih modern, diiringi pelayanan dan pengawasan yang prima serta berintegritas. Sejauh ini, proyek pengembangan pelabuhan perikanan di lingkar luar eco-fishing port yang direncanakan menyasar empat pelabuhan perikanan mewakili Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi di bagian timur, terus kami matangkan. Begitu juga dengan upaya mengintegrasikan pelabuhan perikanan dan pasar ikan bertaraf internasional, di mana salah satu tujuannya untuk menguatkan pelabuhan sebagai pusat kegiatan industri perikanan.

Sejalan dengan terintegrasinya proses dari hulu hingga hilir di pelabuhan, saya menyakini juga akan berdampak pada peningkatan produktivitas perikanan budidaya di Indonesia. Pembudidaya sangat mungkin menyuplai bahan baku ke unit-unit pengolah ikan yang ada di pelabuhan.

Saya menargetkan, dua tiga tahun ke depan proyek pengembangan ini sudah membuahkan hasil, sehingga negara kita memiliki pelabuhan perikanan dan pasar ikan bertaraf internasional yang dapat mendorong Indonesia menjadi poros maritim dunia, sebagaimana yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Peningkatan fasilitas pelabuhan perikanan melahirkan banyak manfaat. Mulai dari peningkatan kualitas ikan sehingga menambah daya tawar di pasar lokal maupun internasional, harga jual ikan lebih stabil, pasokan ikan untuk konsumsi maupun bahan baku industri terjamin, pendapatan negara melalui PNBP di pelabuhan bertambah, dan keuntungan-keuntungan lain muaranya dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, taraf hidup nelayan ikut berkembang. Pendapatan mereka meningkat dan bisa meng-upgrade kapal-kapal yang dimiliki menjadi lebih modern. Ditambah mereka akan memiliki jaminan sosial yang merupakan hasil dari implementasi program prioritas penarikan PNBP pasca-produksi.

Peningkatan fasilitas pelabuhan juga mendorong pengawasan menjadi lebih optimal. Akan ada sistem yang memantau pergerakan kapal-kapal penangkap ikan yang tengah melaut. Bila sewaktu-waktu nelayan butuh bantuan, tim SAR dapat segera turun ke titik tujuan, begitu pun saat kapal melanggar batas area penangkapan, bisa segera diingatkan oleh tim pemantau di pelabuhan.

Kemudian pemasaran hasil perikanan lebih efisien dan transparan. Pembayaran tidak lagi mengandalkan uang tunai, pembelian bisa dilakukan secara online, dan pergerakan harga ikan dapat dipantau melalui layar informasi. Sedangkan dari fisik bangunan menjadi lebih bersih, terawat, dan modern yang dapat mendukung tumbuhnya usaha turunan lain, salah satunya rumah makan seafood. Pengunjung juga akan merasa nyaman berada di pelabuhan.

Lalu bagaimana cara Kementerian Kelautan dan Perikanan mengembangkan infrastruktur pelabuhan menjadi lebih modern? Langsung klik halaman berikutnya.

Tentunya pengembangan ini juga butuh biaya yang sangat besar, apalagi pelabuhan yang perlu perhatian cukup banyak. Pertama tentu kami menguatkan koordinasi dan kolaborasi bersama kementerian lain serta pemeritah daerah. Selanjutnya membangun kerjasama dengan negara lain termasuk juga organisasi yang berpeluang mendatangkan investasi. Sebab memang benar, memodernisasi fasilitas pelabuhan perikanan tak bisa sebatas mengandalkan APBN karena biaya yang dibutuhkan besar sekali hingga ratusan juta dollar.

Alhamdulillah, perwakilan beberapa negara yang kami temui menyambut baik. Tentu kerja sama tidak asal diterima. Pertimbangan kelestarian lingkungan, keamanan dan kedaulatan, hingga seberapa besar manfaat ekonomi yang didapat bangsa dan negara menjadi dasar kami mengambil sikap.

Di internal KKP saya juga selalu tekankan bahwa pengembangan infrastruktur pelabuhan perikanan harus sejalan dengan prinsip ekonomi biru. Artinya, membangun kesadaran nelayan dan pelaku usaha tentang menjaga kelestarian lingkungan sama pentingnya dengan mengembangkan fasilitas yang direncanakan. Maka dari itu kebijakan dan program pendukung yang dibuat KKP harus mengakomodir keduanya, antara ekonomi dan ekologi. Demikian pula dengan pengawasan, harus optimal dan tegak lurus.

Saya menyadari, meraih apa yang dijabarkan di atas tidaklah mudah. Perlu tim solid, kaya ide dan inovasi, serta rela bekerja lebih lama dari waktu normal, dan tentunya perlu membangun kerjasama yang baik dengan pihak-pihak eksternal. Tapi saya percaya, tugas berat ini tidak akan menjadi beban, jika diniatkan untuk kepentingan bangsa dan negara.


Ditulis oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.

(hns/hns)

Hide Ads