PT Hero Supermarket Tbk (HERO) memastikan akan menutup seluruh gerai Giant pada Juli 2021. Nantinya, manajemen akan mengubah gerai Giant menjadi IKEA dan Hero Supermarket.
Langkah tersebut juga diklaim sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan. Emiten berkode HERO ini harus beradaptasi dengan perubahan dinamika pasar, khususnya konsumen Indonesia dari format Hypermart. Hal ini juga terjadi di pasar global.
Dengan begitu, gerai Giant sudah tidak eksis lagi di industri ritel mulai Juli 2021. Adapun, aksi penutupan gerai Giant juga di tengah kinerja keuangan yang buruk. Berikut fakta-faktanya:
1. Alasan Mau Ditutup
Presiden Direktur Hero Supermarket, Patrik Lindvall menilai merek dagang IKEA, Guardian, dan Hero Supermarket memiliki potensi pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan Giant.
"Seperti bisnis mumpuni lainnya, kami terus beradaptasi terhadap dinamika pasar dan tren pelanggan yang terus berubah, termasuk menurunnya popularitas format hypermart dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia," kata Patrik dalam keterangan resminya yang dikutip, Selasa (25/5/2021).
Dalam kurun waktu dua tahun, pihaknya menargetkan menggandakan empat kali lipat gerai IKEA dari tahun 2020. Lalu membuka hingga 100 gerai Guardian baru hingga akhir tahun 2022.
"Kami tetap meyakini bahwa sektor peralatan rumah tangga, kesehatan, dan kecantikan, serta keperluan sehari-hari untuk kelas atas memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi," kata Patrik.
2. Disulap Jadi IKEA dan HERO
HERO mengumumkan lima gerai Giant akan disulap menjadi IKEA. Hal itu diumumkan perusahaan melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Alasan pengubahannya, berdasarkan keterbukaan informasi BEI yang dikutip, setelah dilakukan tinjauan strategis atas seluruh lini bisnis, perseroan akan memfokuskan investasi untuk mengembangkan IKEA, Guardian, dan Hero Supermarket yang memiliki potensi pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan Giant.
"Sebagai bagian dari fokus baru ini, perseroan akan mengubah hingga lima gerai Giant menjadi IKEA," tulis perseroan.
3. Kinerja Keuangan
Jika dilihat dari kinerja keuangan, emiten berkode HERO ini mengalami kerugian hingga Rp 1,2 triliun sepanjang tahun 2020. Torehan kerugian ini jauh lebih parah dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp 33,18 miliar. Jika dihitung, kenaikan kerugian itu mencapai 3.570%.
Sepanjang 2020 HERO hanya berhasil mengantongi pendapatan bersih Rp 8,89 triliun. Angka itu turun dibandingkan tahun sebelumnya Rp 12,18 triliun. Beban pokok pendapatan sebenarnya turun dari Rp 8,73 triliun di 2019 menjadi Rp 6,49 triliun. Namun beban usaha naik dari Rp 3,49 triliun menjadi Rp 3,55 triliun.
Kemudian biaya keuangan juga meningkat drastis dari Rp 4,9 miliar di 2019 menjadi Rp 112,69 miliar. Jumlah aset HERO juga mengalami penyusutan dari Rp 6 triliun di akhir 2019 menjadi Rp 4,84 triliun di akhir 2020.
Sementara jumlah liabilitas justru mengalami kenaikan dari Rp 2,39 triliun di akhir 2019 menjadi Rp 2,98 triliun di akhir 2020.
Pada tiga bulan pertama atau kuartal I-2021, HERO masih mencatatkan kerugian sebesar Rp 1,65 miliar. Hal ini disebabkan kinerja penjualan dan pendapatan usaha yang turun menjadi Rp 1,76 triliun.