Kisah Blok Cepu Nan Kontroversi

Catatan Bisnis

Kisah Blok Cepu Nan Kontroversi

- detikFinance
Kamis, 16 Mar 2006 11:26 WIB
Jakarta - Pertamina dan ExxonMobil kini sudah 'berdamai' soal Blok Cepu. Namun tidak demikian di kalangan luar. DPR malah menyiapkan 'perang' melawan keberadaan Exxon sebagai panglima Blok Cepu. Bagaimana sebenarnya kisah perjalanan blok minyak terbesar kedua di Indonesia ini?Kisah kontroversi Blok Cepu dimulai saat penandatanganan technical assitance contract (TAC) Cepu pada 3 Agustus 1990 antara Pertamina dan Humpuss Patra Gas (HPG), untuk jangka waktu 20 tahun. HPG ini merupakan bagian dari kerajaan bisnis Tommy Soeharto.Pada Mei 1996, perusahaan Australia Ampolex Pte. Ltd mendatangani perjanjian farm-in untuk memperoleh 49% dari interest kontraktor di TAC Cepu dari Humpuss PG. Transfer ini menurut keterangan dari Kantor Kementerian BUMN yang diterima detikcom, telah disetujui sepenuhnya oleh Pertamina sebagai pemegang kuasa pertambangan dan Pemerintah RI.Di penghujung tahun 1996, Mobil Corporation mengakuisisi Ampolex untuk portfolio globalnya. Dengan demikian, otomatis Mobil Corp mempunyai interest di blok Cepu sebesar 49%. Dan pada tahun 1999, Exxon Corporation dan Mobil Corporation melakukan merger dan membentuk ExxonMobil Corporation.Pada Juni 2000, Mobil Cepu Ltd, anak perusahaan ExxonMobil, memperoleh sisa 51% interest kontraktor milik HPG dan mengambil alih hak sebagai operator untuk TAC Cepu dengan persetujuan dari Pertamina dan Pemerintah RI. Pada Juni 2004, Pertamina dan ExxonMobil menandatangani Head of Agreement (HoA). Namun setelah penandatanganan itu, tak ada kelanjutan soal perundingan Blok Cepu antara Pertamina dan ExxonMobil selaku pemagang TAC. Akhirnya, pada 26 November 2004 Menko Perekonomian yang kala itu dijabat Aburizal Bakrie mengeluarkan surat No: S-54/M.EKON/11/2004 kepada Dirut Pertamina yang berisi arahan Presiden untuk memulai kembali perundingan Blok Cepu dan menyelesaikannya dalam waktu tidak terlalu lama.Selanjutnya, pada tanggal 25 Februari 2005 kembali keluar Surat Menteri Sekretaris Negara No: R.22/M.Sesneg/2/2005 yang ditujukan kepada Menko Perekonomian, Menteri ESDM, Menteri Negara BUMN, Dirut Pertamina, mengenai arahan Presiden agar PT Pertamina memulai perundingan Blok Cepu untuk mendapatkan nilai maksimum bagi pendapatan negara.Meski keluar berbagai arahan, namun Direksi Pertamina pimpinan Widya Purnama tampaknya ogah-ogahan melakukan perundingan. Akhirnya, pada 29 Maret 2005, Menteri Negara BUMN Sugiharto pun menerbitkan Surat keputusan No: Kep-16/MBU/2005 tentang "Pembentukan Tim Negosiasi Penyelesaian Permasalahan antara Pertamina dan ExxonMobil Terkait dengan Blok Cepu". Tim Negosiasi ini pun berkali-kali melakukan perundingan. Tercatat 31 kali pertemuan digelar yakni 12 kali pertemuan koordinasi dengan Komite Pengarah (Menko Perekonomian, Menneg BUMN, Menteri ESDM), termasuk di dalamnya 1 kali pertemuan dengan Presiden dan 3 kali pertemuan dengan Wakil Presiden. Dan 8 kali pertemuan internal, serta 11 kali pertemuan dengan pihak ExxonMobil.Hasil kesepakatan antara Tim Negosiasi dan ExxonMobil yang telah mendapatkan persetujuan Pemerintah, dituangkan dalam MoU yang diteken pada 25 Juni 2005, atau yang disebut MoU 2005.Berdasarkan kesepakatan pihak terkait, yaitu BP Migas atas nama Pemerintah, Pertamina, dan ExxonMobil, pada 17 September 2005 TAC diubah menjadi Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan jangka waktu 30 tahun.Dengan mengacu pada MoU 2005, Pemerintah menghendaki proses selanjutnya dilakukan atas dasar business to business (b to b) antara Pertamina dan ExxonMobil. Dan setelah negosiasi alot yang diwarnai pergantian direksi Pertamina, maka pada tanggal 13 Maret 2006, kedua belah pihak menyepakati bentuk Kerjasama Operasi (Joint Operation), untuk bersama-sama bertindak sebagai kontraktor pemerintah dalam pengoperasian Blok Cepu. Joint Operating Agreement/I> (JOA) sendiri baru ditandatangani pada 15 Maret 2006.Namun kisah Blok Cepu yang berliku-liku tampaknya masih belum berakhir. Penunjukan ExxonMobil sebagai General Manager di Blok Cepu justru memancing kemarahan anggota dewan. Mereka pun kini menyiapkan hak angket untuk mengganjal kepemimpinan ExxonMobil.Selain itu, penunjukan ExxonMobil sehari menjelang kedatangan Menlu AS Condoleezza Rice juga memunculkan isu miring bahwa Indonesia masih tunduk di bawah tekanan AS. Meneg BUMN Sugiharto sendiri membantah tudingan tersebut. Dalam setiap kesempatan, Sugiharto selalu menegaskan bahwa perundingan Blok Cepu adalah b to b. Selain itu, antara kunjungan Rice dan kesepakatan Blok Cepu ditegaskannya sebagai dua hal yang berbeda.Muncul pula masalah pendanaan. Blok Cepu yang menelan investasi sekitar US$ 2-2,5 miliar akan ditanggung 3 pihak yakni ExxonMobil, Pertamina dan pemda. Untuk Exxon, kita tak perlu meragukan. Pertamina pun sesumbar sudah banyak yang mau mendanai. Sementara pemda masih diragukan punya duit untuk ikut urunan.Yang pasti, meski masih diwarnai kontroversi, publik berharap Blok Cepu bisa segera beroperasi agar Indonesia tak lagi mengimpor BBM. Pemerintah pun berjanji Blok Cepu akan mulai berproduksi mulai akhir 2008. Bisa? Mari kita nantikan bersama-sama. (qom/)

Hide Ads