Pemerintah harus berhati-hati sebelum memutuskan untuk pemberlakuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako. Sebab, kebijakan tersebut memiliki efek domino yang berujung pada terganggunya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Direktur Riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah menjelaskan, bahkan sekalipun PPN untuk sembako hanya 1% tetap berdampak.
"Walaupun sekecil-kecilnya itu tetap akan berdampak. Pertama berdampak kepada daya beli," kata dia dalam webinar, Jumat (11/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Setuju Nggak Sembako dan Sekolah Kena Pajak? |
Lalu, berikutnya pengenaan PPN akan berdampak secara psikologis dan pada gilirannya akan membawa rentetan yang disebut ekspektasi inflasi.
"Ekspektasi inflasi itu yang akan kemudian first effect, round effect, yang kemudian akan berujung kepada meningkatnya inflasi secara keseluruhan," paparnya.
Hal itu akan menyebabkan melemahnya daya beli masyarakat sehingga menurunkan konsumsi. Sementara konsumsi rumah tangga menjadi kontributor terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Daya beli masyarakat menurun ujung-ujungnya konsumsi kita menurun. Kalau konsumsi kita menurun maka itu akan berdampak kepada investasi, berdampak kepada pertumbuhan ekonomi kita secara keseluruhan. Hal-hal yang seperti ini tentunya tidak kita inginkan," jelas Piter.
Dia juga mengkritisi komunikasi pemerintah atas isu PPN sembako. Menurut dia pemerintah sangat kedodoran, di mana komunikasinya cenderung reaktif.
"Seharusnya pemerintah sudah menyadari sejak awal isu ini sensitif, isu PPN sembako, PPN pendidikan, itu sensitif sekali. Dan kalau itu memang harus dilakukan sudah seharusnya itu dipersiapkan secara matang, argumentasi dan hitungannya itu jelas," tambahnya.
(toy/dna)