3 Fakta Badai PHK Mengintai di Tengah Amukan COVID-19

3 Fakta Badai PHK Mengintai di Tengah Amukan COVID-19

Trio Hamdani - detikFinance
Senin, 21 Jun 2021 18:00 WIB
Ilustrasi PHK
Foto: Ilustrasi PHK (Tim Infografis: Zaki Alfarabi)
Jakarta -

Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali mengintai akibat kasus positif virus Corona (COVID-19) di Indonesia menanjak. Kondisi tersebut membuat dunia usaha kembali terpukul sehingga berpotensi memicu PHK.

Berikut informasi seputar ancaman PHK di tengah badai COVID-19:

1. Usaha Baru Beranjak Pulih

Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan bahwa dunia usaha baru saja kembali bangkit, tiba-tiba kasus COVID-19 kembali meledak. Bagi pengusaha itu kondisi yang memberatkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena kita ini kan baru mulai start bangkit, tapi baru mulai start ya belum apa-apa kan kita sudah langsung kembali lagi melonjak kasus COVID ini. Jadi artinya ini kan tantangan yang sangat sangat berat sekali," ujarnya.

Lonjakan kasus COVID-19 ini, lanjut dia membuat psikologis pengusaha terganggu. Mereka resah dan khawatir adanya peningkatan penyebaran virus Corona membuat pemerintah mengambil kebijakan yang lebih ketat. Badai PHK pun turut jadi kekhawatiran.

ADVERTISEMENT

"Mungkin akan adanya PSBB atau PPKM yang lebih ketat lagi yang membatasi ruang gerak manusia, masyarakat kita, pembatasan jam operasional. Nah tentu hal ini akan kembali memukul dunia usaha," ujar Sarman.

2. Butuh Stimulus

Pihak pengusaha sendiri berupaya agar tidak melakukan PHK atau merumahkan karyawan imbas lonjakan kasus COVID-19 yang memperburuk keadaan.

"Iya pastinya (lonjakan COVID-19 bisa memicu gelombang PHK) dong, makanya kan kita ingin agar pertama bagaimana agar pengusaha-pengusaha kita ini mampu bertahan, mampu bertahan tidak melakukan PHK, tidak merumahkan karyawannya," jelasnya.

Sarman Simanjorang mengatakan jika pergerakan warga akan dibatasi, jam buka berbagai sektor usaha perdagangan dan jasa semakin diperketat akan menurunkan aktivitas ekonomi. Kondisi itu akan semakin menekan omzet dan keuangan pengusaha.

"Jadi kami sangat berharap agar berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah yang meringankan beban pengusaha ini harus diperpanjang, dan juga bila perlu sampai tahun depan sampai dinyatakan bahwa COVID ini, selesai supaya ada semacam dorongan psikologi kepada pengusaha bahwa pemerintah juga tetap hadir untuk meringankan berbagai beban pengusaha saat ini di kala kita ditekan oleh COVID-19 ini," jelas Sarman.

3. Pasrah Kalau Harus Lockdown

Pengusaha pun pasrah bila kebijakan itu diterapkan oleh pemerintah. Namun, kalau bisa tak perlu sampai lockdown. Wacana itu sendiri muncul atas desakan dan saran berbagai pihak. Sementara hingga kini pemerintah tidak tampak akan memberlakukan kebijakan tersebut.

"Ya bagi kami sebenarnya tentu memang kalau memang tidak perlu lockdown itu kami sangat berharap, karena kalau lockdown itu kan berarti akan lebih terkunci semua berbagai aktivitas," kata dia.

Adanya pengetatan semisal jam operasional dunia usaha dan lain sebagainya, menurutnya pasti akan sangat mengganggu dan menurunkan produktivitas, apalagi Jakarta merupakan jantung ekonomi. Tapi, pihaknya menyerahkan kebijakan tersebut kepada pemerintah. Pengusaha sendiri akan mendukung jika untuk kepentingan bersama.

"Kalau ditanya hati kecil kami pengusaha ya tentu memang berharap tidak (lockdown), tapi kalau memang itu merupakan langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah ya kami juga tidak bisa berbuat banyak, kami harus ikut karena ini juga adalah untuk keselamatan kita bersama," ujar Sarman.


Hide Ads