Tantangan
Pengembangan budidaya lobster tentunya dihadapkan pada sejumlah tantangan. Kita butuh teknologi untuk menunjang kualitas dan produktivitas budidaya lobster nasional agar bisa bersaing dengan hasil budidaya negara lain.
Sejumlah langkah sudah diambil, mulai dari membangun diplomasi untuk menghadirkan investasi, knowledge dan teknologi, sampai memperkuat literasi agar tak henti melahirkan inovasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya menyadari perlu usaha keras dan waktu panjang untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil lobster nomor satu di dunia. Ini berkaca dari Norwegia yang butuh waktu sampai 50 tahun hingga akhirnya menjelma sebagai produsen salmon budidaya terbesar di dunia.
Mudah-mudahan Indonesia tidak membutuhkan waktu selama itu, karena sudah ada masyarakat yang berhasil membudidayakan lobster dengan sistem keramba jaring apung maupun keramba dasar, khususnya untuk jenis pasir dan mutiara. Seperti budidaya lobster di Buleleng, Lombok Timur dan Tengah, Banyuwangi, Lampung hingga Takalar.
Logika saya sederhana, ketika benur yang diambil dari perairan Indonesia bisa dikembangkan menjadi komoditas bernilai tinggi di negara lain, kenapa di tempat asalnya tidak bisa. Saya optimistis, bisa! dan budidaya lobster akan menjadi kekuatan ekonomi dan kompetensi di sektor kelautan dan perikanan negeri ini.
Saya berkomitmen all-out mendukung pengembangan budidaya lobster dalam negeri. Baik dari sisi kebijakan, kemudahan investasi, maupun penyiapan pasar tingkat domestik dan ekspor.
Saya juga meminta tim di Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya untuk bekerja ekstra dalam mengimplementasikan aturan main pengelolaan benur yang sudah terbit. Saya sampaikan, kebijakan ini harus bisa menjadi pondasi yang kokoh bagi pembangunan budidaya lobster dalam negeri.
Bagi saya, antara ekologi dan ekonomi tidak untuk dipertentangkan, melainkan diatur sedemikian rupa agar keduanya berjalan beriringan. Mohon doa, dukungan, serta keikutsertaan kita semua dalam mengawal jalannya PermenKP 17/2021 untuk kemajuan sektor kelautan dan perikanan Indonesia sesuai dengan prinsip ekonomi biru.
Ditulis oleh:
Sakti Wahyu Trenggono
Menteri Kelautan dan Perikanan
(dna/dna)