Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sejumlah indikator ekonomi dalam negeri seperti tingkat konsumsi mengalami koreksi akibat adanya pembatasan mobilitas masyarakat, dalam hal ini PPKM Darurat. Selain itu, meledaknya kasus COVID-19 juga menjadi penyebabnya.
Ia menjelaskan sejumlah indikator ekonomi masih menunjukkan tren perbaikan hingga Mei 2021. Tingkat inflasi hingga indeks PMI manufaktur dinilai masih tumbuh positif. Bahkan penjualan ritel dan konsumsi listrik tumbuh hingga dobel digit.
"PMI manufaktur kita sampai bulan Mei bahkan tetap ekspansi dan lebih tinggi mencapai rekor tertinggi. Inflasi kita hingga bulan Mei juga menunjukkan adanya sedikit kenaikan yang menggambarkan adanya pick up dari sisi demand. Dan indeks keyakinan konsumen kita pada bulan Mei mencapai 104,4 dimana kondisi ini menggambarkan suatu optimisme," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Jumat (2/7/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ekonomi kita memang mengalami penguatan dan menggeliat sangat kuat pada saat COVID sangat mengalami pelandaian, atau rendah, itu pada bulan April-Mei yang lalu.
Namun, kata Sri Mulyani, dengan meledaknya kasus COVID-19 saat ini terjadi kekhawatiran di masyarakat yang bisa membuat tren ekonomi kembali melambat. Penyebaran varian Delta yang lebih cepat disebut menjadi penyebab utamanya.
"Juni kita melihat terjadinya moderasi karena berbagai kekhawatiran munculnya varian Delta yang mulai masuk. Tingkat konsumsi diperkirakan mulai kemudian terpengaruh oleh sentimen ini, mulai terjadi perlambatan dan laju investasi serta ekspor meskipun masih relatif terjaga juga kita harus antisipasi terhadap pergerakan terutama karena COVID-nya tadi terjadi di berbagai negara," jelasnya.
Lebih dari itu, Sri Mulyani mengatakan ekonomi dalam negeri akan kembali terkoreksi dengan adanya kebijakan PPKM Darurat. Tingkat konsumsi dan non konsumsi masyarakat akan sangat terdampak kebijakan ini.
"Tingkat konsumsi masyarakat terlihat terkoreksi khususnya di triwulan ketiga ini kalau sampai terjadi tadi pengetatan, dan komponen yang berpotensi terdampak dari non konsumsi bahan pokok adalah bidang yang sangat sensitif terhadap penularan COVID, yaitu transport dan rekreasi juga bahkan pakaian karena begitu orang tidak lagi keluar maka mereka tidak lagi punya insentif untuk membeli dan belanja bagian yang disebut alas kaki dan pakaian," tuturnya.
"Dalam situasi ini kebijakan pen akan adaptif dan responsif. Ini tentu dalam kebijakan pen terutama yang dengan dukungan APBN akan terus beradaptasi dan merespons kondisi yang ada," tutup Sri Mulyani.
Tonton Video: Catat! Ini 14 Poin Aturan PPKM Darurat di Jawa-Bali