Jakarta -
Pandemi COVID-19 masih terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Namun masih ada kesempatan untuk pelaku usaha yang memiliki produk unggulan dan ingin menembus pasar ekspor.
Tenaga Ahli 1 Free Trade Agreement (FTA) Semarang Pulung Widhi Hananto mengungkapkan eksportir yang ingin menembus pasar ekspor harus memahami komoditas apa saja yang berpotensi dikirim ke luar negeri.
"Tidak ada komoditas yang tidak potensial karena semua hampir diminati di pasar. Contohnya, komoditas porang yang awalnya tak dilirik, kini diminati banyak negara dari Asia hingga Eropa," kata Pulung, dalam keterangannya, dikutip Sabtu (3/7/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari data Badan Karantina Pertanian (Barantan) semester I-2021 ekspor porang Indonesia mencapai angka 14,8 ribu ton. Angka ini melampaui jumlah ekspor semester I/ 2019 (yoy) dengan jumlah 5,7 ribu ton. Peningkatan ini menunjukkan adanya permintaan ekspor sebanyak 160%.
Negara-negara yang menerima suplai ekspor utama porang seperti China, Vietnam, hingga Jepang. Selain negara kawasan Asia, Eropa juga menjadi salah satu negara tujuan ekspor porang. Biasanya porang yang diekspor dikirim dalam bentuk chip atau produk setengah jadi yang nantinya di negara penerima akan diolah menjadi bahan dasar pangan, kosmetik, hingga industri.
Dalam acara pelatihan Tematik Ekspor CPNE Kabupaten Kendal, Jawa Tengah secara virtual, Pulung mencontohkan komoditas porang, pada awalnya tidak berorientasi ekspor atau punya standar ekspor, namun sekarang benar-benar dicari menjadi primadona. Bahkan, tiga minggu lalu Kemendag juga memberikan keputusan kebijakan untuk pengaturan ekspor porang.
Selain porang, ekspor batok kelapa Indonesia yang menembus pasar internasional menjadi bukti komoditas asli Indonesia mampu bersaing.
Pelaku usaha yang ingin ekspor juga harus memahami terkait kebijakan Free Trade Agreement (FTA). Pelaku usaha sektor UKM bisa memilih negara yang sudah menerapkan FTA dengan Indonesia, karena dari sisi regulasi juga perhitungan pajak akan lebih kompetitif.
Selain itu, pelaku usaha didorong untuk selalu melakukan riset pasar apakah di negara tujuan ekspor ada permintaan yang cukup tinggi, kemudian mempersiapkan skema pendanaan, termasuk mencari informasi ke lembaga-lembaga keuangan yang dapat memberikan dukungan ekspor.
"Dalam komponen harga untuk produk yang akan diekspor, harus sudah memperhitungkan biaya tariff alias pajak, biaya ekspedisi, dan biaya-biaya lain. Hal yang juga penting termasuk mengenai keharusan melampirkan sertifikasi dari setiap produk yang ekspor. Biasanya dalam sistem ekspor, penanggung dari perhitungan biaya tarif yaitu calon importirnya, namun terkadang terdapat kesepakatan biaya tarif ditanggung kedua belah pihak. Seharusnya pihak calon importir yang menanggung biaya tarif karena dia yang meminta barang," papar Pulung.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Kemudian dari sisi legalitas, misalnya apakah ekspor bisa dilakukan mandiri, komunitas atau berbadan hukum. Pelaku usaha harus memanfaatkan informasi dari pemerintah dan memperhatikan komponen pembiayaan yang bisa memudahkan ekspor.
Selanjutnya jika barang yang diekspor memiliki tingkat kesulitan tinggi, calon eksportir harus memperhitungkan konsekuensinya. Jika produk mudah rusak, perhatikan dari sisi packaging kemasan. "Bisa juga berdiskusi dengan LPEI untuk bertanya mengenai akses pembiayaan ekspor," kata Pulung.
Yang tak kalah penting, jika kategori produk baru, selalu melakukan pengecekan terutama melalui perwakilan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC ) di masing-masing negara tujuan ekspor, agar mendapat update mengenai tren dan kebutuhan konsumen di negara tersebut. Biasanya, ITPC tiap tahun melakukan market intelligence, kemudian dirangkum menjadi sebuah buku yang bisa diakses oleh masyarakat.
Pulung mengingatkan, di tengah pandemi, kegiatan ekspor juga menjadi lebih menantang. Seringkali, negara tujuan ekspor dengan gampang sekali menolak barang dari negara dengan tingkat kasus COVID-19 yang tinggi. Karena itu, calon eksportir harus benar-benar mematuhi berbagai syarat yang diperlukan.
Contohnya untuk ekspor produk kopi, diperlukan sertifikat GLOBAL G.A.P untuk kualitas proses pertanian kopi, serta sertifikat ISO 9001 atau ISO 22000 untuk kualitas proses pengolahan kopi. Selain itu, terdapat sebagian pembeli/importir yang khusus mendistribusikan produk organik, juga membutuhkan sertifikasi organik untuk memastikan bahwa kopi diproduksi dengan metode organik.
"Tak kalah penting, selalu manfaatkan media sosial dan market place global, untuk mempromosikan produk. Ikuti juga pameran ekspor, seperti Trade Expo Indonesia," kata Pulung.
Bupati Kendal Dico M. Ganinduto menambahkan, kolaborasi Pemerintah Kabupaten Kendal dan LPEI melalui pelatihan ekspor, merupakan langkah nyata untuk mendorong para pelaku usaha UKM di daerah agar semakin mampu meningkatkan kualitas produknya. Juga, sejalan dengan program pemerintah daerah untuk mengakselerasi sektor UKM sehingga semakin berkontribusi terhadap ekonomi.
"UKM menjadi pendorong ekonomi Kendal. Terima kasih kepada LPEI berkenan memberi pendampingan UKM di Kendal," ucap Dico. Saat ini Pemkab Kendal juga telah bekerja sama dengan market place lokal, untuk mempermudah pelaku UKM mendigitalisasi produknya, serta akan menyiapkan mall pelayanan publik khusus ekspor. "Ke depan kami akan buat agar UKM Kendal bisa bersaing memasuki pasar global, perizinan difasilitasi, sehingga meningkatkan perekonomian," ucap Dico.
Direktur Pelaksana II LPEI, Maqin U. Nurhadi menyampaikan pelatihan tematik ekspor CPNE di Kendal merupakan wujud komitmen LPEI untuk terus mengedukasi pengusaha sektor UKM agar menembus pasar global. "CPNE merupakan salah satu program unggulan LPEI dalam mendorong UMKM Indonesia untuk menembus pasar global melalui pelatihan yang komprehensif dan berjenjang selama satu tahun," jelas dia.
Para peserta CPNE akan mendapatkan berbagai wawasan dan pengetahuan mulai dari pengetahuan dasar sampai ke tingkatan lebih lanjut sehingga diharapkan dapat menciptakan pelaku UMKM berorientasi ekspor yang berdaya saing serta menghasilkan produk-produk bernilai ekspor.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini merupakan rangkaian kegiatan program CPNE yang akan diberikan kepada para peserta selama satu tahun dengan tujuan utama adalah menciptakan eksportir baru yang bankable.
Dukungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kendal terhadap pelaku usaha yang memiliki potensi ekspor di daerahnya diwujudkan dalam pelatihan selama dua hari yang dilaksanakan pada tanggal 22-23 Juni 2021 lalu, sebagai tindak lanjut atas Nota Kesepahaman yang telah ditandatangani bersama antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan Pemkab Kendal pada Maret tahun ini.