RI Turun Kelas Jadi Negara Berpenghasilan Menengah ke Bawah, Apa Artinya?

RI Turun Kelas Jadi Negara Berpenghasilan Menengah ke Bawah, Apa Artinya?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 08 Jul 2021 15:10 WIB
Jakarta -

Indonesia kembali turun kelas menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah. Hal ini sejalan dengan laporan Bank Dunia yang menyatakan pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI) per kapita Indonesia turun menjadi US$ 3.870 di 2020.

Sementara itu, di tahun sebelumnya GNI per kapita Indonesia berada di level US$ 4.050 dan membuat Indonesia naik kelas menjadi negara upper middle income country alias negara berpenghasilan menengah ke atas.

Lalu, apa sih maksudnya Indonesia turun kelas?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Klasifikasi pendapatan Bank Dunia dihitung dari jumlah GNI per kapita, pendapatan nasional dibagi dengan total jumlah penduduk. Dalam website Bank Dunia, klasifikasi pendapatan ini digunakan untuk menunjukkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara.

Bank Dunia menilai, GNI telah terbukti menjadi indikator yang berguna dan mudah didapat yang berkorelasi erat dengan ukuran kualitas hidup masyarakat di suatu negara. Seperti kehidupan, harapan saat lahir, angka kematian anak, dan angka partisipasi di sekolah.

ADVERTISEMENT

Bank Dunia sendiri tahun ini mengelompokkan negara-negara dalam 4 klasifikasi pendapatan. Tahun ini, untuk kategori Low Income di level US$ 1.046, Lower Middle Income di level US$ 1.046-US$ 4,095, Upper Middle Income di level US$ 4.095 - US$ 12.695, dan High Income di level lebih dari US$ 12.695.

karena GNI per kapita Indonesia berada di angka US$ 3.870, maka Indonesia masuk ke dalam kategori lower middle income. Klasifikasi kategori ini biasa digunakan secara internal oleh Bank Dunia, namun juga seringkali dirujuk secara luas oleh lembaga dan organisasi internasional dalam operational guidelines.

Bank Dunia sendiri juga menggunakan klasifikasi ini sebagai salah satu faktor untuk menentukan suatu negara memenuhi syarat dalam menggunakan fasilitas dan produk Bank Dunia, termasuk loan pricing atau harga pinjaman.

Nah mengapa tahun ini Indonesia turun kelas menjadi negara berpenghasilan rendah?

Kantor Staf Presiden (KSP) mengungkap Indonesia turun kelas menjadi negara berpenghasilan menengah bawah karena dampak pandemi COVID-19.

Pandemi disebut berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Selain itu, faktor nilai tukar juga mendorong Indonesia turun kelas menjadi negara berpenghasilan menengah bawah.

Dia mengatakan, tahun 2020 pendapatan Indonesia tercatat minus 2,07%. Hal itu menunjukkan jika pendapatan nasional lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Dia bilang, secara otomatis pendapatan per kapita juga turun. Kemudian, nilai tukar rupiah terhadap dolar juga rata-rata turun 2,66% dibanding tahun 2019.

"Memang penyebabnya pandemi COVID-19. Kalau tidak ada pandemi, pertumbuhan kita 2020 pasti positif, nilai tukar juga lebih stabil, sehingga pendapatan per kapita dalam USD juga naik (jika tidak ada pandemi)," kata Tenaga Ahli Utama Kedeputian III KSP Edy Priyono kepada detikcom lewat pesan singkat.

Pernyataan pemerintah ini juga diamini oleh ekonom Bank Permata Josua Pardede. klasifikasi pendapatan Bank Dunia adalah gambaran dari pergerakan ekonomi Indonesia selama setahun ke belakang.

Menurutnya, memang ekonomi melambat karena pandemi COVID-19. Kemiskinan hingga pengangguran pun melonjak, otomatis pendapatan per kapita masyarakat juga anjlok.

"Kalau riilnya kita lihat sih memang dampak 2020 ya ini, ini kan klasifikasinya seperti evaluasi 2020 ya. Kita ini kontraksi 2%, kemiskinan dan pengangguran meningkat maka pendapatan perkapita makanya turun," papar Josua.

Dia menilai secara jangka pendek penanganan COVID-19 jadi PR pemerintah, setelah itu baru pemulihan ekonomi dilakukan. Dengan begitu ekonomi akan kembali tumbuh dan naik kelas kembali.

"Kita harapkan sih pandemi cepat selesai, penanganan COVID-19 jadi PR utamanya. Semoga saja PPKM darurat berhasil jadi ekonomi bisa dipicu lagi. Kalau sudah konstan tumbuh 5% lagi, maka kita akan naik kelas lagi," jelas Josua.

Terus, apa dampaknya turun kelas ke ekonomi Indonesia? Lanjut di halaman berikutnya.

menilai justru dampak dari turun kelas ini tidak terlalu signifikan ke perekonomian Indonesia. Dampak instannya adalah ke biaya utang dari lembaga negara di dunia. Dengan klasifikasi yang turun kelas ini, ongkos utang Indonesia akan berkurang.

"Saya pikir ini hanya sebatas klasifikasi ya pengaruhnya nggak banyak. Mungkin ke utang ya, ongkos utang kalau kita mau minjam ke lembaga multilateral jauh lebih murah bunganya," ungkap Josua kepada detikcom, Kamis (8/7/2021).

Namun, sejauh ini utang yang diambil pemerintah tidak banyak dari lembaga multilateral. Justru utang diambil dari penerbitan surat utang alias obligasi.

Menurut Josua kekhawatiran justru muncul dari turunnya peringkat kredit Indonesia. Dengan turunnya kelas Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah dikhawatirkan peringkat kredit alias sovereign rating Indonesia turun.

Ongkos penerbitan obligasi akan lebih besar bila sovereign rating Indonesia turun, peminat surat urang pun akan berkurang. Meski begitu sejauh ini dia menilai tingkat kredit Indonesia di mata lembaga internasional masih terjaga.

"Tapi kan kebanyakan pemerintah kan didominasi obligasi nih. Nah ongkos penerbitannya, kupon, bunga dan lain-lain ini akan berkaitan dengan sovereign rating. Sejauh ini sih peringkat kita di Moodist dan lain-lain itu masih investment grade, sejauh ini nampaknya klasifikasi Bank Dunia belum dilihat mereka," ungkap Josua.

Di sisi lain, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga mengatakan dampak dari turun kelas ini paling instan ke fasilitas utang Indonesia. Menurutnya, Indonesia bisa ketagihan berutang karena turun kelas.

Pasalnya, dengan turun kelas Indonesia akan mendapatkan fasilitas utang dengan biaya pinjaman yang rendah. Apalagi dia menilai Indonesia belum mampu mendorong penerimaan pajak dan sumber pembiayaan di dalam negeri.

"Indonesia bisa ketagihan meminjam utang, karena akan banyak kreditur yang mau berikan pinjaman kepada Indonesia, karena Indonesia dianggap belum mampu mendorong penerimaan pajak sendiri yang optimal atau sumber pembiayaan dalam negeri, sehingga konsekuensinya Indonesia akan menjadi negara yang meminta pinjaman kepada kreditur," ungkap Bhima kepada detikcom.

Dengan turun kelas, Bhima juga mengatakan ada potensi Indonesia akan ditinggal investor. Karena dengan turun kelas menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah artinya risiko ekonomi yang dihadapi lebih banyak. Bisa saja profil risiko investasi Indonesia memiliki nilai yang buruk.

"Indonesia akan kurang diminati untuk investasi, jadi tidak termasuk kita sebagai tujuan investasi yang memiliki profil risiko aman," papar Bhima.


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads