Lebanon Bagai Neraka! Bensin Langka, Listrik Mati, Warga Teriak

Lebanon Bagai Neraka! Bensin Langka, Listrik Mati, Warga Teriak

Anisa Indraini - detikFinance
Jumat, 09 Jul 2021 12:30 WIB
People on their scooters and motorcycles wait in queue for gasoline in Beirut, Lebanon, Friday in Beirut, Lebanon, Wednesday, June 23, 2021. Lebanon is struggling amid a 20-month-old economic and financial crisis that has led to shortages of fuel and basic goods like baby formula, medicine and spare parts. The crisis is rooted in decades of corruption and mismanagement by a post-civil war political class. (AP Photo/Hussein Malla)
Lebanon Bagai Neraka! Bensin Langka, Listrik Mati, Warga Teriak

Seorang ayah dua anak berusia 37 tahun, Ibrahim Arab harus menunggu antrean selama beberapa jam setiap hari untuk membeli bahan bakar bagi taksinya. Diketahui bahwa antrean pembelian bahan bakar di Lebanon bisa mencapai ratusan mobil setiap harinya.

Saat tidak bekerja, Arab mendatangi satu per satu apotek di Beirut untuk mencari susu formula bagi anaknya yang berusia 7 bulan. Dia terpaksa memberikan susu formula apapun hingga bayinya mengalami diare dan muntah karena tidak biasa meminumnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hidup saya sudah sulit, dan sekarang krisis bensin hanya memperburuknya," tuturnya.

Untuk bertahan hidup, Arab memiliki pekerjaan kedua di sebuah toko kelontong di Beirut, namun pendapatannya tidak bernilai seperti sebelumnya dengan adanya penurunan nilai mata uang Lebanon.

ADVERTISEMENT

"Kita sungguh-sungguh berada di neraka," ujar Firas Abiad selaku Direktur Jenderal Rumah Sakit Universitas Rafik Hariri, yang memimpin perjuangan melawan Corona di Lebanon.

Beberapa pekan terakhir, situasi memburuk dengan terjadinya perkelahian dan bahkan penembakan di pom bensin setempat. Salah satunya di sebuah pom bensin di Tripoli di mana anak pemilik pom bensin tewas.

Banyak warga Lebanon mengecam ketidakmampuan atau keengganan pemimpin mereka untuk bekerja bersama menyelesaikan krisis. Diketahui bahwa usai ledakan dahsyat mengguncang pelabuhan Beirut pada 4 Agustus tahun lalu, para politikus sektarian yang terpecah-pecah tidak mampu mencapai kesepakatan untuk membentuk pemerintahan baru.

Laporan wartawan Al Jazeera, Zeina Khodr, dari Beirut menyebut para politikus terpaku pada perebutan kekuasaan atas siapa yang akan mengendalikan pemerintahan selanjutnya, dan menyalahkan komunitas internasional karena tidak membantu mereka.

"Para politikus ini menyalahkan komunitas internasional karena menuntut pemerintah yang mampu dan bersedia melakukan reformasi finansial dan administratif juga memerangi korupsi yang terjadi sebelum mereka mengucurkan bantuan keuangan," sebutnya seperti dilansir Al Jazeera.

"Negara ini mengalami krisis selama lebih dari setahun. Tidak ada layanan dasar di negara ini, tidak ada infrastruktur," imbuhnya.


(aid/fdl)

Hide Ads