Penanganan COVID-19 Dicap Buruk, Jokowi Didesak Bentuk Tim Khusus

Penanganan COVID-19 Dicap Buruk, Jokowi Didesak Bentuk Tim Khusus

Trio Hamdani - detikFinance
Sabtu, 10 Jul 2021 06:45 WIB
Petugas medis mempersiapkan ruangan yang akan digunakan untuk pasien COVID-19 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Kamis (30/4/2020). Peralatan medis ini didatangkan oleh CT Corp, bersama Bank Mega serta dukungan Indofood dan Astra Group.
Ilustrasi/Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB, Prof. Dr. Didin Damanhuri menilai Indonesia menjadi contoh buruk penanganan virus Corona (COVID-19).

Untuk memperbaiki hal tersebut, dia meminta pemerintah membentuk lembaga independen yang khusus menangani COVID-19, dan lembaga tersebut bersifat permanen, bukan seperti yang ada sekarang.

"Saya kira pemerintah harus berani mengambil keputusan lembaga permanen yang independen ini seperti saat menangani bencana Tsunami Aceh dan jangan kemudian bekerja kayak sambilan gitu, yang terakhir tiga macam ini kayak sambilan. Nyambi Kepala BNPB, BUMN, Menko Marves," ujar Didin dalam diskusi virtual Narasi Institute bertopik Quo Vadis Tata Kelola Penanganan COVID19, Jumat (9/7/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya wewenang penanganan COVID-19 selalu berpindah tangan, mulai dari di bawah kendali Kepala BNPB, Menteri BUMN, hingga Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves). Oleh sebab itu, sejauh ini penanganan virus Corona di Indonesia dirasa buruk, padahal ancaman COVID-19 sudah sangat mengerikan.

"Karena itu, konsekuensinya harus ada keputusan yang menjawab realitas itu. Jadi, apabila untuk penanganan COVID-19, tidak ada salahnya tersentralisasi kembali. Misalnya kepala daerah jadi subordinasi yang dipimpin langsung oleh presiden," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Didin juga meminta pemerintah mengesampingkan urusan yang tidak relevan dengan penanganan COVID-19, termasuk oligarki bisnis, pemilu 2024, pembangungan infrastruktur, pemindahan ibukota dan lain sebagainya.

"Semua pihak tidak ingin dirugikan, tapi kan harus ada sebuah institutional building yang kepentingannya nasional, jadi rakyat keseluruhan yang dipikirkan. Tidak lagi kepentingan yang politis. Ini bahaya sudah di depan mata. 5 bulan lalu kita tidak terbayang akan jadi yang tertinggi di dunia, kini kita tertinggi," paparnya.

Indonesia harus berkaca pada penanganan virus Corona di Amerika Serikat (AS). Cek halaman berikutnya.

Indonesia, lanjut dia, seharusnya berkaca pada penanganan COVID-19 di Amerika Serikat (AS). Negara tersebut juga memiliki populasi besar seperti Indonesia. AS pada tahun lalu menjadi negara dengan angka kasus COVID-19 tertinggi. Namun, kini AS mampu mencapai herd immunity terhadap 80% populasi negaranya.

"Ekonomi Amerika sudah positif dan secara gradual sudah nomor 8, bukan yang tertinggi sekarang. Jadi, saya kira Indonesia perlu mengaca pada (Presiden AS) Biden dalam mengambil langkah, karena Amerika sama-sama negara dengan penduduk yang besar," sebut Didin.

Akan tetapi, orang-orang yang akan dibebankan wewenang dalam lembaga yang menangani COVID-19 harus dipastikan memiliki kredibilitas yang bagus.

Bahkan, dia berpendapat publik juga harus mengetahui proses penentuan orang-orang yang akan diberikan otoritas lembaga penanganan COVID-19 itu. Sebab, menurutnya tata kelola penanganan COVID-19 hingga sejauh ini penuh dengan bias dan kepentingan yang masuk dalam berbagai keputusan.

"Di balik itu (penanganan COVID-19), ada bisnis besar menurut investigasi beberapa media. Jadi, ini memang tantangan besar karena Indonesia akan krisis berkelanjutan dengan penyakit ini," tambahnya.

Halaman 2 dari 2
(toy/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads