Ketika negara di ASEAN mengalami lonjakan kasus COVID-19, Brunei Darussalam menjadi negara yang paling minim penyebaran kasusnya.
Nyaris tak ada infeksi lokal di negara tersebut. Terakhir kali, transmisi lokal terjadi pada 6 Mei 2020. Adapun, jika terjadi kasus baru merupakan kasus impor.
Seperti halnya pada akhir pekan kemarin, dua kasus baru terjadi dan dilaporkan berasal dari warga negara Indonesia yang datang ke Brunei pada 27 Juni lalu. Melansir The Star dari CNBC, pemerintah Brunei telah melakukan investigasi serta pelacakan kontak. Hasilnya tidak ada kontak erat untuk kedua kasus baru itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Brunei Darussalam mencatat rekor terbaik di dunia dalam penanganan pandemi. Setidaknya selama 430 hari tanpa kasus infeksi COVID-19 lokal yang terjadi. Sampai saat ini, dari 282 total kasus, sekitar 256 orang sudah sembuh dari infeksi COVID-19 dan hanya tiga orang meninggal dunia akibat wabah ini.
Kilas Balik Brunei di Awal Pandemi
Seorang peneliti bernama Nadia Azierah Hamdan dan William Case dari University of Nottingham Malaysia menyampaikan analisisnya. Dalam artikel berjudul "Behind Brunei's Covid-19 Success Story" mereka menyebut strategi negeri Sultan Hassanal Bolkiah dalam memerangi pandemi. Ini bukan baru dimulai sekarang.
Sejak awal 2020, langkah sudah dilakukan ketika corona pertama menyebar secara global dari episentrum saat itu, Wuhan, Hubei, China. Tepatnya pada Januari 2020, saat corona pertama mewabah di dunia, Brunei mengambil langkah tegas untuk melarang pelancong dari Hubei memasuki negara itu.
Kemudian, pada Februari pejabat setempat menyaring kedatangan dari semua negara dengan cara melakukan pemeriksaan suhu di titik-titik masuk. Hingga akhirnya kasus COVID-19 di Brunei terdeteksi pada 9 Maret dan mulai menyebar hingga mencapai 100 kasus dalam waktu 15 hari.
Hal ini dipicu dengan adanya seorang jemaah majelis taklim yang berkunjung ke Malaysia. Setelah itu, Brunei langsung mengambil tindak tegas dengan mengikuti aturan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), melakukan jaga jarak serta isolasi mandiri untuk warga yang terinfeksi virus COVID-19, termasuk menutup sementara tempat-tempat ibadah untuk menekan laju penularan.
Pemerintah Brunei tanggap dengan cepat menyusun rencana deeskalasi, diperkuat dengan alokasi anggaran khusus sebesar 15 juta dolar Brunei atau sekitar Rp 160 miliar untuk menangani wabah COVID-19.
Di sisi lain, komunikasi pemerintah dengan masyarakat pun dipermudah, otoritas memaksimalkan pemberitaan di media sosial serta televisi yang didukung dengan layanan hotline 24 jam untuk pertanyaan seputar COVID-19.