Lalu bagaimana dengan yang tak patuh aturan? Bagi mereka yang tak patuh, Brunei juga menerapkan denda dan hukuman penjara.
Selain itu, rezim kesultanan dianggap efektif membuat keputusan eksekutif dengan output yang efektif. Sebagai Monarki Islam Melayu, pemerintah Brunei dianggap sensitif terhadap kebutuhan spiritual warga.
"Masjid ditutup dan dibersihkan, pertemuan lebih dari keluarga dekat dilarang sepanjang Ramadhan dan selama Hari Raya (Idul Fitri). Sementara itu, pemerintah mendorong warga Brunei untuk memperkuat dan melaksanakan zikir dan tadarus Al-Quran di rumah saat menjalani karantina," tulis penelitian itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagai pemimpin politik dan agama bangsa, Sultan Bolkiah memberikan kepemimpinan moral ke publik. Bolkiah menekankan tugas umat Islam untuk mengikuti pedoman jarak sosial, mengambil tindakan pencegahan, sanitasi dan melipatgandakan doa-doa mereka dan merefleksikan Al-Quran. Ia juga mengingatkan warga Brunei yang mayoritas umat Islam, bahwa virus itu sendiri dikirim oleh Tuhan," tulis keduanya lagi.
Warganya Disiplin dan Patuh
Sementara itu, dalam pemberitaan The Star disebutkan kunci kesuksesan Brunei yakni kedisiplinan pemerintah dalam menerapkan kontrol perbatasan dan mobilitas manusia. Ini juga berlaku untuk larangan berkumpul massa, termasuk pelacakan kontak berbasis teknologi dan karantina.
Bukan hanya pemerintah, warga juga patuh. Kepatuhan warga ke pemerintah memberi dampak signifikan. "Melalui seluruh pendekatan pemerintah dan ditambah dengan kepatuhan warga dan penduduk terhadap peraturan kesehatan dan keselamatan selama pandemi, Brunei telah secara sistematis mencabut pembatasan," tulis media itu.
Sejak Mei 2021, warga Brunei sudah beraktivitas mendekati normal dengan pelonggaran pembatasan pengumpulan massal dan kegiatan majelis pun diperbolehkan.
"Hidup di Brunei sungguh beruntung. Semua tak wajib bermasker, majelis bisa dilakukan," kata Susi, seorang warga negara RI, yang sudah 10 tahun lebih berada di negeri itu.
(eds/eds)