Surplus Neraca Dagang RI hingga US$ 1,32 M meski PPKM Darurat

Surplus Neraca Dagang RI hingga US$ 1,32 M meski PPKM Darurat

Inkana Putri - detikFinance
Kamis, 22 Jul 2021 12:13 WIB
Airlangga Hartarto
Foto: Kemenko Perekonomian
Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai performa Neraca Perdagangan Indonesia masih cukup impresif di tengah pandemi. Hal ini terlihat dari ekspor dan impor Indonesia yang mengalami surplus selama 14 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Bahkan, pada Juni 2021, Indonesia juga mengalami surplus US$ 1,32 miliar. Adapun tren ini menunjukkan aktivitas ekonomi di Indonesia terus berlanjut pulih.

"Performa neraca perdagangan yang cukup resilient di tengah pandemi tersebut perlu diapresiasi. Namun, untuk menjaga keberlanjutan surplus perdagangan ke depan, perlu terus dicermati beberapa faktor kunci," ujar Airlangga dalam keterangan tertulis, Kamis (22/7/2021).

Lebih lanjut Ketua KPCPEN ini menjelaskan ada beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan. Hal ini meliputi stabilitas pertumbuhan permintaan global, khususnya pada pasar utama, peran dan fungsi perwakilan perdagangan dalam mendorong peningkatan ekspor, dinamika perkembangan harga, dan volume ekspor komoditas utama dan potensial.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Serta strategi pemerintah dalam menjaga keseimbangan pertumbuhan impor khususnya pada komponen impor konsumsi," jelasnya.

Merespons hal ini, Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) Yusuf Rendy Manilet memproyeksikan surplus neraca perdagangan akan meningkat pada Agustus 2021 meski diterapkan PPKM Darurat.

ADVERTISEMENT

"PPKM Darurat ini tidak akan menghentikan peningkatan surplus dagang kita. Sebab, perekonomian partner dagang kita seperti China sudah cukup stabil, ditambah adanya peningkatan harga komoditas unggulan seperti kelapa sawit dan batu bara yang membuat ekspor kita aman," jelas Yusuf.

Yusuf menambahkan impor di Indonesia juga tidak akan berpengaruh cukup signifikan. Pasalnya, selama PPKM Darurat, pemerintah tetap memperbolehkan sektor esensial dan kritikal tetap beroperasi.

"Meski impor akan menurun karena melemahnya permintaan dari masyarakat, namun ini tidak akan menurun secara signifikan karena beberapa subindustri juga tidak terlalu terdampak, seperti logam mulia, farmasi, dan makanan dan minuman yang terus berjalan meski ada pembatasan jam operasional dan sistem pembelian. Jadi tidak perlu khawatir," pungkasnya.




(mul/hns)

Hide Ads