Ribuan Toko Ritel Tutup Imbas Pandemi, PHK Tak Terhindarkan

ADVERTISEMENT

Ribuan Toko Ritel Tutup Imbas Pandemi, PHK Tak Terhindarkan

Aulia Damayanti - detikFinance
Kamis, 22 Jul 2021 19:30 WIB
Pandemi corona yang melanda dunia turut berdampak pada sektor ritel. Tak sedikit pusat perbelanjaan yang ditutup atau sepi pengunjung akibat COVID-19.
Ilustrasi/Foto: AP Photo
Jakarta -

Imbas pandemi COVID-19 sudah ribuan toko ritel yang tutup. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Roy N. Mandey mengungkap hal itu tidak lepas dari dampak pandemi COVID-19. Jika toko ritel tidak dibuka lagi, maka perusahaan bisa bangkrut dan karyawan terancam PHK.

Dalam data indikatornya, Roy mengatakan setiap harinya 5 sampai 6 toko ritel tutup pada 2020, totalnya 1.300 toko yang tutup. Tahun ini mencapai 200 toko yang tutup, karena setiap harinya 1 sampai 2 toko ritel tutup, sehingga totalnya kini sekitar 1.500 yang sudah tutup.

"Jadi jika dihitung-hitung, pada 2020, sekitar 1.300 toko yang tutup. Kemudian pada 2021, tiga bulan pertama 88 toko swalayan yang tutup kalau ditambah dengan hingga hari ini 3 bulan lagi berarti sudah ada 200 toko swalayan yang tutup," jelasnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (22/7/2021).

Roy pun memperkirakan kerugian perusahaan akibat penutupan sejumlah ritel itu angkanya bisa miliaran, mengingat nilai dari masing-masing cukup besar.

"Kita ambil rata-rata saja ya satu minimarket dengan biaya franchise Rp 400-500 juta katakanlah jadi Rp 1 miliar, kemudian supermarket Rp 20-25 miliar, hypermart Rp 30-35 miliar belum termasuk aset gedung. Kita hitung aja kalau kita ambil rata-rata 1.300 kali sebut 5 miliar kali 1.300 sudah berapa angkanya kerugiannya," ujar Roy.

Roy mencontohkan salah satu ritel yang akan tutup permanen per Juli ini, yakni Giant. Menurutnya imbas penutupan itu, kerugian perusahaan pun sangat signifikan nilainya.

Oleh sebab itu, dengan dampak yang telah dirasakan selama pandemi dan PPKM, Roy berharap pemerintah bisa memasukkan sektor ritel menjadi prioritas. Hal itu dilakukan agar sektor ritel tidak mati yang akan berdampak pada usaha lainnya.

"Dengan kata lain akan terdampak. Betapa besarnya multiplier effect nya, belum lagi pabrik makan minuman kalo ritelnya mati apakah mereka bisa hidup?," imbuhnya

(ara/ara)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT