Geng Ekonom UI di Balik Kebijakan Ekonomi Soeharto

Geng Ekonom UI di Balik Kebijakan Ekonomi Soeharto

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Minggu, 25 Jul 2021 23:00 WIB
Bendera Merah Putih Raksasa di Gedung Rektorat UI
Foto: dok. Universitas Indonesia
Jakarta -

Sederet jebolan Universitas Indonesia (UI) telah menjadi tokoh-tokoh penting di negeri ini. Universitas ini memang merupakan salah satu perguruan tinggi bergengsi di Indonesia. Meskipun menjadi buah bibir selama sepekan ke belakang, predikat UI sebagai kampus unggulan belum pudar.

Salah satu kisah jebolan UI yang cukup terkenal adalah mengenai sekelompok ekonom yang dijuluki 'Mafia Berkeley'. Mereka adalah Widjojo Nitisastro, Mohammad Sadli, Subroto, Ali Wardhana, dan Emil Salim.

Geng ekonom UI ini menjadi penasihat ekonomi Soeharto di masa awalnya menjabat sementara sebagai pimpinan negara pada tahun 1966. Mereka disebut sebagai para arsitek di balik kebijakan ekonomi era Orde Baru.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Istilah 'Mafia Berkeley' sendiri pertama kali digunakan dalam artikel The Berkeley Mafia and the Indonesian Massacre besutan David Ransom. Artikel ini terbit dalam majalah Ramparts tahun 1970. Julukan itu diberikan karena mayoritas geng ekonom UI ini melanjutkan studi dan mendapatkan gelar master di University of California yang terletak di Berkeley, Amerika Serikat.

Dalam artikel itu disebutkan para ekonom ini disebut memiliki hubungan dengan Amerika Serikat. Mereka dituding David Ransom harus membawa dominasi Amerika ke dalam pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Saat itu pun, mazhab ekonomi yang dianut dan diajarkan di UI juga disebut condong ke perdagangan bebas ala Amerika.

ADVERTISEMENT

Hal itu terjadi berkat Sumitro Djojohadikusumo, yang kala itu menjabat dekan Fakultas Ekonomi UI. Dia meminta para pejabat Rockefeller Foundation agar bisa merombak Fakultas Ekonomi UI sesuai rambu-rambu Amerika, baik dalam hal riset maupun organisasi.

Sumitro yang pernah menjadi Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan di masa Soekarno ini disebut memiliki hubungan yang dekat dengan Amerika.

Namun, tudingan mafia ini tak pernah ditanggapi oleh geng ekonom UI ini, apalagi oleh Widjojo Nitisastro yang disebut-sebut jadi pemimpin dari geng ekonom ini.

Simak juga video '6 Indikator Ini Tunjukkan Ekonomi Indonesia Mulai Pulih':

[Gambas:Video 20detik]



Bagaimana cerita lengkapnya? buka halaman selanjutnya.

Singkat cerita, sepanjang musim semi 1966, Widjojo, Salim, dan Wardhana berpindah dari satu rapat ke rapat lain demi membentuk kebijakan ekonomi yang akan dijalankan orde baru. Saat itu, ekonomi Indonesia disebut sangat buruk dan langkah-langkah tegas harus diambil untuk menyelamatkannya.

Bagi Widjojo, usaha jajarannya adalah menciptakan ekonomi pasar bebas dan melucuti kontrol negara, sejauh keduanya secara politis bisa dilakukan.

Pada 3 Oktober 1966, atas saran dari para ekonom UI ini, Soeharto mengumumkan program untuk menstabilisasi dan merehabilitasi ekonomi Indonesia. Pada akhir masa kepemimpinan Soekarno, inflasi di Indonesia secara tak terkendali telah mencapai empat digit dan tumpukan hutang yang besar.

Geng ekonom UI memperbaikinya dengan melakukan deregulasi dan berusaha menurunkan inflasi serta menyeimbangkan anggaran. Efek dari program tersebut berlangsung cepat dengan turunnya tingkat inflasi dari 650% pada tahun 1966 menjadi hanya 13% pada tahun 1969. Rencana itu juga menekankan rehabilitasi infrastruktur dan juga pengembangan di bidang pertanian.

Ketika Soeharto akhirnya menjadi presiden pada tahun 1968, Widjojo dkk segera diberi berbagai jabatan menteri di kabinet Soeharto. Dengan posisi ini, geng ekonom UI masih memiliki pengaruh kuat dalam kebijakan ekonomi dan membawa perekonomian Indonesia ke tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi.

Pertumbuhan ekonomi terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 6,5% per tahun antara tahun 1965 hingga 1997, ketika Asia Tenggara dilanda krisis moneter berkat racikan kebijakan geng ekononom UI.

Hasil lainnya dari racikan geng ekonomi UI ini adalah dibukanya keran investasi asing dengan luas ke Indonesia. Dengan begitu, Indonesia disebut bisa dapat dana segar bukan cuma dari utang luar negeri, tapi investasi produktif.

Pemerintah Orde Baru pun mengeluarkan UU no 1 tahun 1967 untuk melandasi kebijakan itu. Investasi asing ditarik dan dijamin keamanannya di Indonesia. Bahkan, pemerintah membentuk Tim Teknis Penanaman Modal Asing yang dikepalai Mohamad Sadli. Hasilnya, perusahaan tambang dan manufaktur, salah satunya adalah Freeport.


Hide Ads