Perusahaan pembiayaan harus memperbaiki tata kelola saat melakukan penarikan aset seperti kendaraan terhadap kredit yang bermasalah.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi Idris menjelaskan, proses penarikan itu sebenarnya bukan hal yang terlarang asalkan berdasarkan standar operasional presdur (SOP) dan peraturan yang berlaku.
Dia bilang, perusahaan pembiayaan harus memastikan petugas atau debt collector yang melakukan penagihan membawa sejumlah dokumen seperti kartu identitas, sertifikat profesi, surat tugas perusahaan, serta bukti fidusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perusahaan harus memastikan bahwa petugas penagih telah dilengkapi dibekali beberapa dokumen, seperti kartu identitasnya, sertifikat profesi, kemudian surat tugas perusahaan yang jelas, apakah kepada siapa diberikan, serta membawa bukti fidusia dari kendaraan yang merupakan jaminan tersebut," katanya dalam sebuah webinar seperti dikutip, Rabu (28/7/2021).
"Dokumen-dokumen tersebut harus senantiasa dibawa dan digunakan untuk memperkuat aspek legalitas atau hukum ketika dilakukan upaya penarikan," tambahnya.
Sebelum penarikan, perusahaan juga harus mengirimkan surat peringatan untuk melakukan pembayaran. Hal ini sebagai langkah untuk menghindari sengketa.
"Sehingga tidak ada lagi dispute karena debitur tidak tahu bahwa kondisi kolektibilitasnya sudah macet," ujarnya.
Riswinandi menjelaskan, OJK telah menerbitkan POJK 35 Tahun 2018 yang isinya perusahaan pembiayaan memang dapat melakukan kerja sama dengan pihak ketiga untuk melakukan fungsi penagihan.
"Sehingga sebenarnya perusahaan pembiayaan wajib bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama tersebut, termasuk memastikan bahwa SDM yang melakukan penagihan sudah memiliki sertifikasi di bidang penagihan dari LSP pembiayaan," katanya.
(acd/zlf)