RI Di-Prank COVID-19, Ekonomi Mulai Pulih Langsung Babak Belur Lagi

RI Di-Prank COVID-19, Ekonomi Mulai Pulih Langsung Babak Belur Lagi

Trio Hamdani - detikFinance
Sabtu, 31 Jul 2021 13:30 WIB
Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menghadapi ancaman pandemi COVID-19. OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 4,9% di tahun 2021.
RI Di-Prank COVID-19, Ekonomi Mulai Pulih Langsung Babak Belur Lagi
Jakarta -

Indonesia sempat dibuat optimis ekonomi mulai pulih di penghujung 2020. Berbagai indikator membuktikan hal tersebut. Namun, tiba-tiba virus Corona (COVID-19) kembali mengganas di 2021 dengan kehadiran varian Delta.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara membeberkan bahwa sejumlah indikator memperlihatkan bahwa Indonesia ada momentum pemulihan. Bahkan sampai awal 2021, hal itu masih terlihat.

"Menunjukkan beberapa indikator konsumsi, indeks keyakinan konsumsinya naik, indeks penjualan ritelnya naik, penjualan mobil meningkat, dan juga belanja negara menunjukkan perbaikan, ekspor-impor, penggunaan listrik dan seterusnya," katanya dalam webinar, Sabtu (31/7/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan, tingkat kemiskinan juga mulai menunjukkan bahwa pemerintah bisa menahan agar tidak turun terlalu dalam. Ketimpangan pun demikian, bisa ditahan supaya tidak terlalu membesar.

Dari sisi global juga sama, di mana beberapa variabel proyeksi 2021 dinaikkan, pasar keuangan stabil, perdagangan mulai tumbuh, manufaktur di beberapa negara mulai positif, dan harga komoditas terus naik.

ADVERTISEMENT

Selain itu, dari sisi pelebaran defisit APBN terhadap PDB, Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara lain. Suahasil menyebut defisit Inggris sekitar 16%, Kanada hampir 20%. Lalu Italia, Argentina, Amerika Serikat, Jepang, bahkan negara-negara tetangga seperti Filipina defisitnya di atas Indonesia, secara persentase terhadap PDB.

"Pertumbuhan ekonominya lebih dalam kontraksinya dibandingkan Indonesia. Indonesia terkontraksi di sekitar 2,07%, Thailand itu kontraksinya sekitar 7%. Malaysia sekitar 6% kontraksinya," lanjutnya.

Lanjut ke halaman berikutnya.

Namun, atas perbandingan tersebut, dia menjelaskan bukan berarti Indonesia berbangga hati dan mengatakan ekonominya baik-baik saja.

"Nggak, saya bukan mengatakan itu, saya ingin mengatakan tahun 2020 pemulihan yang kita buat di tahun 2020 tadi adalah momentum pijakan yang bagus untuk kita mendorong pemulihan di 2021," ujarnya.

Tapi tak disangka bahwa kondisi di 2021 tak seperti yang diperkirakan sebelumnya. Sebab, di dunia muncul varian COVID-19 yang lebih cepat menular, yang cepat atau lambat akan dialami oleh Indonesia.

"Ternyata di sekitar kuartal kedua, kuartal akhir kuartal 1, kuartal 2 dari 2021 kita melihat mutasi dari virus COVID-nya yang kemudian mutasi ini ternyata lebih gampang menular, lebih gampang tertransmisikan sehingga kita sudah lihat bahwa Indonesia nggak mungkin nggak kena," papar Suahasil.

Negara-negara Eropa sudah menujukan adanya peningkatan kasus. Begitu pula di Amerika Serikat. Lalu kemudian lonjakan kasus di Indonesia mulai terjadi sekitar bulan Juni.

"Jadi yang terjadi sekarang perekonomiannya kena imbas dari penularan yang berikutnya," sebutnya.

Apa yang terjadi menjadi pembelajaran buat Indonesia bahwa ketika penularan COVID-19 mengalam penurunan bukan berarti akan hilang. Sebab, penularannya bisa naik lagi.

"Teman-teman yang ekonom yang belajar ilmu ekonomi berpikir bahwa kurva itu kalau lagi naik ya naik, kalau bisa ketemu inflection point-nya lalu kemudian turun, kemudian turun, dia hilang. Tapi dengan kurva penularan, kalau turun itu bukan berarti terus hilang, bisa balik lagi naik dia. Karena itu yang diperlukan kalau begitu maka harus ada fleksibilitas," tambahnya.

(fdl/fdl)

Hide Ads