Oleh karena itu, Toto menyarankan agar Emir Moeis mengundurkan diri dari kursi jabatannya saat ini. "Sebaiknya Emir Moeis mengundurkan diri saja sebagai komisaris di PIM," tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo juga mengatakan, penunjukan eks koruptor sebagai pejabat di BUMN merupakan pelanggaran prinsip dasar kepemerintahan yang kredibel. Dengan ditunjukkan eks koruptor sebagai komisaris BUMN dinilainya memperlihatkan kemunduran BUMN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya nggak setuju. Itu sudah melanggar prinsip dasar dari pemerintahan yang kredibel. Kok sepertinya kita kekurangan orang yang bagus, bersih, dan kompeten," ujar Adnan.
"Saya kira memang ada kemunduran dalam pengelolaan BUMN kita ya, karena adanya pembiaran soal rangkap jabatan yang masif, korupsi yang kerugiannya harus ditambal oleh APBN melalui skema-skema tertentu, termasuk merekrut komisaris (pengawas) dari latar belakang eks napi korupsi. Tidak mengherankan kalau BUMN kita sebagian besarnya tidak berkinerja baik," tuturnya.
Sekedar informasi, Izedrik Emir Moeis ditunjuk sebagai komisaris anak usaha BUMN sejak 18 Februari 2021. Ia merupakan politikus PDI Perjuangan yang menjadi anggota DPR RI pada 2000-2013. Saat itu ia terjerat kasus korupsi dan ditetapkan menjadi tersangka pada 26 Juli 2012.
Emir Moeis dijatuhi hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp 150 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2014. Dia dinilai hakim terbukti menerima hadiah atau janji dari konsorsium Alstom Power Incorporate Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang sebesar US$ 357 ribu agar bisa memenangkan proyek pembangunan 6 bagian pembangkit listrik tenaga uap 1.000 megawatt di Tarahan, Lampung, pada 2004
(ara/ara)