Perpanjang Napas Usaha, Haruskah Pangkas Jumlah Karyawan?

Siti Fatimah - detikFinance
Kamis, 12 Agu 2021 07:05 WIB
Foto: PHK (Tim Infografis Fuad Hasim)
Jakarta -

Pemerintah memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berlevel di Jawa-Bali hingga 16 Agustus 2021. Para pelaku bisnis terutama UMKM akhirnya menghadapi dilema antara mempertahankan karyawan atau menyelamatkan usaha dengan segala risikonya.

Menjawab hal tersebut, Vice President Organization ICSB, Tibiyani Muhammad mengatakan, UMKM utamanya di Jawa dan Jabodetabek sudah hampir 80% tumbang. Rata-rata, kata dia, pelaku UKM hanya sanggup menjaga cash flow basicnya tanpa ada revenue (pendapatan usaha) maksimal selama 6 bulan.

"Apalagi kondisi sekarang sudah lebih dua tahun ya tentunya cukup berat dengan strategi pemerintah yang kita sebut 'setengah kopling' ya, PPKM 4, 3, 2, 1. Artinya ekonomi masih diharapkan bisa hidup tapi kesehatan tetap menjadi panglima," kata Tibiyani dalam program d'Mentor, Kami (12/8/2021).

Pada akhirnya pengusaha dihadapkan kepada posisi harus memilih antara memilih karyawan atau menyelamatkan usahanya. Keputusan lebih berat akan dirasakan bagi pelaku usaha yang sudah lama menjalankan bisnisnya.

"Krisis dilemanya gini, saya sudah membangun bisnis ini 7 tahun atau bahkan lebih. Apabila bisnis ini tutup atau bahkan tidak berjalan sama sekali maka membangkitkan lagi mesin produksinya itu energinya mungkin akan 10x lipat ketimbang dia mencoba melakukan efisiensi seminimum mungkin sehingga bisnisnya masih berjalan dengan minimum requirement," jelasnya.

Tibiyani mengatakan, jika basis bisnisnya berada di sektor F&B seperti restoran hingga warteg yang memiliki outlet lebih dari satu bisa menerapkan konsolidasi dapur induk. "Jadi bisnis modalnya diubah sebisa mungkin central kitchen. Sementara outlet lainnya, disisakan 1-2 orang hanya untuk melayani delivery. Karena pilihan bisnis F&B di level 4 adalah delivery, nggak ada lagi opsi dine in," ujarnya.

"Walaupun faktanya nggak semua menu bisa di delivery, tentunya ada menu yang di create baru sehingga bisa melakukan proses delivery, dan ini bisa dipilih agar brand-nya bisa bertahan. Karena membangkitkan brand bisnis yang sudah mati susahnya minta ampun, makanya harus dijaga," sambungnya.

Pada ujungnya, ketika dihadapkan pada pilihan antara karyawan dan bisnis, bisa melakukan efisiensi dengan minimum resources (sumber minimal) yang dimiliki. Ada dua tahapan yang harus dilakukan pengusaha untuk menanggapi hal ini.

"Tahap yang pertama dilakukan meredefinisi ulang bisnis kita. Selama ini kalau basis bisnisnya melayani offline, tatap muka menjadi standar. Ini yang harus diubah mungkin 80% harus melek digital, harus online. Ini nggak ada tawar menawar. Mengubah model, mengubah bisnis model memang susah tapi jauh lebih susah mengbangkitkan bisnis yang mati untuk hidup lagi," jelasnya.

Kemudian, setelah menemukan basis bisnis model secara online, barulah melakukan tahap rasionalisasi jumlah karyawan. Dia mengatakan, pilihlah karyawan yang menjadi inti dari bisnis agar bisa tetap berjalan.

"Dan suka tidak suka harus memilih yang multi talenta. Salah satu klien kami di bidang F&B ada karyawan yang harus bisa memanaskan makanan dari master kitchen, kemudian jadi kasir dan bungkus. Jadi harus ada 2-3 kemampuan yang harus dikuasai. Ini memang dipaksa multi talenta," pungkasnya.

Tonton juga Video: Pemerintah Gaji Rp 1 Juta ke Pekerja, Perusahaan Tak Boleh PHK






(eds/eds)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork