Taliban telah kembali mengendalikan Afghanistan setelah 20 tahun lalu berhasil digulingkan Amerika Serikat (AS). Kini bangkitnya pasukan Taliban membuat ekonomi Afghanistan terancam ambruk.
Tertatih-tatihnya kondisi ekonomi Afghanistan, karena negara itu biasanya mengandalkan bantuan dari negara lain. Kini karena bangkitnya Taliban, banyak negara juga takut untuk menanamkan modal ke Afghanistan.
Dikutip dari The Nasional News, Kamis (19/8/2021), World Bank atau Bank Dunia mencatat bantuan asing yang masuk ke Afghanistan biasanya cukup untuk membiayai setengah pengeluaran negara itu.
Ekonomi Afghanistan sempat tumbuh baik, dengan rata-rata pertumbuhan 9,4% pada tahun 2003 hingga 2012. Pertumbuhan itu didorong oleh sektor jasa, bantuan asing, dan hasil pertanian. Namun, aktivitas ekonomi melambat menjadi sekitar 2,5% per tahun antara 2015 dan 2020.
Melambatnya ekonomi Afghanistan telah terjadi sebelum Taliban berkuasa. Terutama akibat COVID-19, kekeringan, pengiriman uang yang lebih rendah, perdagangan yang menurun. International Monetary Fund (IMF) merevisi pertumbuhan ekonominya menjadi 2,7% tahun ini dari sebelumnya diprediksi 4%.
Inflasi di Afghanistan juga telah meningkat dan diperkirakan akan mencapai 5,8% pada akhir tahun ini. Dengan runtuhnya pemerintah setelah Taliban berkuasa, harga pangan akan naik karena perbatasan dengan negara-negara tetangga ditutup dan adanya panic buying yang terjadi.
Analis Tellimer Research di Dubai, Hasnain Malik mengungkap gejolak politik dan masalah keamanan kemungkinan akan menghambat kegiatan ekonomi lebih jauh karena kedutaan asing, organisasi nirlaba yang aktif di negara tersebut dan entitas lain ramai-ramai mengevakuasi warganya di Afghanistan.
"Investasi asing non-pemerintah ke Afghanistan kemungkinan akan minim sampai pemerintah baru terbentuk dan jika didominasi oleh Taliban maka sumber utama investasi itu kemungkinan adalah China dan Rusia," katanya.
Mantan Pejabat Dewan Urusan Dunia di India, Nihar Ranjan Das mengatakan pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban dapat menyebabkan setengah tenaga kerja negara itu diusir hingga investasi asing juga akan seret. Dikhawatirkan Taliban memaksa perempuan untuk bekerja.
Sebelum Taliban merebut kekuasaan, sebagai tanda dukungan untuk pembangunan dan reformasi Afghanistan, pendana asing telah menjanjikan US$ 12 miliar dalam bentuk hibah sipil selama 2021-2024 pada konferensi Jenewa pada November 2020.
"Investasi langsung asing sekarang akan sangat sulit didapat. Tidak ada perusahaan yang mau berinvestasi di negara tanpa jaminan pengembalian apa pun," tutup dia.
(eds/eds)