Menengok Sejarah Kelam Ekonomi Afghanistan di Masa Perang Dingin

Menengok Sejarah Kelam Ekonomi Afghanistan di Masa Perang Dingin

Danang Sugianto - detikFinance
Minggu, 22 Agu 2021 08:36 WIB
Bendera Afghanistan
Foto: Anadolu Agency
Jakarta -

Afghanistan kembali menjadi pusat perhatian dunia setelah Taliban berhasil menduduki kembali negara tersebut. Menarik untuk mengupas bagaimana sejarah negara tengah berkonflik ini berkembang.

Mengutip laporan Civil-Military Fusion Centre, jika berbicara mengenai sejarah ekonomi sebuah negara, sering berkaitan erat dengan sejarah politiknya. Begitu juga dengan Afghanistan.

Dalam laporan tersebut dikemukakan bagaimana perkembangan ekonomi Afghanistan mulai dari masa awal Perang Dingin. Invasi Inggris ke Afghanistan pada tahun 1838 merupakan awal dari dari tiga perang Anglo-Afghanistan yang akan membingkai peran Afghanistan sebagai negara penyangga di abad ke-19, yang kemudian menjadi protektorat Inggris pada abad ke-20.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika Afghanistan mencapai kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1919, para pemimpin Afghanistan berusaha untuk memodernisasi masyarakat dan ekonomi negara itu dengan cepat.

Pemerintah pasca kemerdekaan yang dipimpin Raja Amanullah di tahun 1920-an berusaha mengembangkan ekonomi sentralisasi. Amanullah kemudian digulingkan pada tahun 1929.

ADVERTISEMENT

Upaya modernisasi yang dilakukan secara lebih bertahap berlanjut sampai pertengahan 1950-an ketika mereka dipimpin oleh Raja Zahir Shah. Dia memanfaatkan bank nasional dan kartel negara dalam mengejar ekonomi yang dikendalikan secara ketat. Modernisasi yang dilakukan meliputi industrialisasi dan penyembangan pendidikan yang lebih merata.

Perkembangan ekonomi Afghanistan dari tahun 1950-an dan seterusnya berkaitan erat dengan Perang Dingin. Selama 1953-1963 Perdana Menteri Afghanistan Mohammed Daoud Khan telah meminta bantuan militer dan ekonomi dari kedua kubu yakni Amerika Serikat (AS) dan Uni Republik Sosialis Soviet
(USSR).

Saat itu Afghanistan percaya bahwa, tanpa pertumbuhan yang cepat, Afghanistan akan menjadi sangat politis terfragmentasi. Akhirnya pada rentang tahun 1950-1970, 50% dari total bantuan luar negerinya berasal dari Uni Soviet, sedangkan porsi AS 30%.

Lanjut membaca ke halaman berikutnya

Pada awal 1960-an, Uni Soviet menargetkan investasi pada proyek infrastruktur yang sangat besar termasuk penyelesaian terowongan Salang. Terowongan itu akan mengurangi waktu tempuh dari utara Afganistan dan Kabul. Pada tahun 1967 negara itu memiliki 1.200 mil jalan beraspal.

Namun, pada awal 1970-an, situasi ekonomi menurun drastis. Kritik oleh kaum sosialis, maois dan liberal menentang kebijakan pemerintah yang pengeluarannya meningkat, sementara kelaparan melanda negara itu karena kekeringan.

Selama tahun-tahun kekeringan, nilai mata uang Afghanistan (AFN) anjlok dengan cepat. Penyebabnya karena ekspor negara itu menurun dan impor meningkat. Afghanistan saat itu impor begitu besar untuk makanan. Bahkan sering kali produk makanan dari luar masuk secara ilegal dari perbatasan.

Akhirnya pada 1972 terjadi krisis di Afghanistan. Diperparah dengan tidak adanya lapangan pekerjaan baru di negara itu. Menurut para ahli kondisi saat itu yang membuat banyak masyarakat Afghanistan frustasi dan memicu ledakan radikalisme dan berkembang ke arah pergerakan sayap kiri.

Di tengah meningkatnya gesekan politik dan krisis ekonomi, mantan Perdana Menteri Daoud Khan menjadi presiden pada tahun 1973 setelah adanya kudeta tanpa pertumpahan darah. Dia segera memprakarsai program modernisasi baru termasuk peraturan negara tentang ekonomi, reformasi kesejahteraan sosial dan perluasan pendidikan.

Pemerintahan Afghanistan di bawah Daoud, memperoleh kontrol yang lebih ketat atas impor serta industri ekspor. Pada tahun 1977 mereka melakukan intervensi untuk menurunkan nilai tukar karena apresiasi mata uang yang intens memberikan ancaman terhadap nilai ekspor tradisional mereka.

Sistem fiskal pada tahun 1970-an kecil dan terpusat, meninggalkan provinsi tanpa otoritas pajak atau anggaran. Penerimaan pajak saat itu sekitar 7% dari GNP (produk nasional bruto) pada tahun 1978. Dua pertiga dari penerimaan pajak itu berasa dari perdagangan luar negeri.

Pada tahun 1978 sekitar 80% penduduk Afghanistan bergantung pada ekonomi pedesaan dan pertanian. Sektor itu menyumbang 60% dari PDB.

Pada tahun 1978 juga Bank Dunia merekomendasikan agar Afghanistan, dengan keunggulan produksi pertanian skala kecil, harus memfokuskan ekonominya pada hortikultura dan peternakan.

Namun sayang, ekonomi Afghanistan kembali goyah setelah Uni Soviet masuk ke Afghanistan pada tahun 1979. Saat itu negara-negara barat menghentikan bantuannya. Alhasil Afghansitan 100% nasibnya bergantung pada Uni Soviet terkait pendanaan.

lanjut membaca ke halaman berikutnya

Meski begitu Uni Soviet meningkatkan pendanaannya kepada Afghanistan. Secara tahunan pendanaan dari Uni Soviet menjadi US$ 200 juta. Selama periode itu juga infrastruktur meningkat secara dramatis. Dengan adanya jalan, jalur perdagangan semakin meningkat, dari biasanya barang diangkut menggunakan hewan, kemudian bisa diangkut menggunakan truk.

Meskipun ada perbaikan, periode Soviet di Afghanistan mengalami penurunan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang cukup signifikan. Banyak pekerja terampil dan kaum terpelajar mengungsi ke negara tetangga dan sekitarnya.

Selain itu, diperkirakan 3,5 juta orang Afghanistan hilang selama periode Soviet sebagai akibat dari konflik yang mematikan dan perpindahan penduduk yang disebabkan oleh kekerasan. Kondisi itu berakibat pada penurunan produktivitas pertanian di 1980-an, akhirnya Afghanistan terancam krisis pangan.

Minimnya pasokan bahan pangan menimbulkan banyaknya aksi penimbunan dan pasar gelap. Alhasil harga bahan bahan pokok semakin melonjak hingga naik 95% selama tahun 1981 dan 1982.

Tak hanya itu, selama berkuasanya Uni Soviet di Afghanistan membuat penerbangan dari dan ke Eropa Barat dihentikan. Imbasnya juga membuat perdagangan ke kawasan itu berhenti. Perdagangan Afghanistan akhirnya hanya bergantung pada Uni Soviet.

Selama periode ini Soviet memasok Afghanistan dengan peralatan industri, infrastruktur transportasi, minyak, daging dan biji-bijian. Sebagai imbalannya, Afghanistan memasok Uni Soviet dengan gas dan produk pertanian.



Simak Video "Video: Bom Bunuh diri di Ponpes Pakistan, 6 Orang Tewas Termasuk Ulama Taliban"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads